2024-03-29T11:44:40Z
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/index/oai
oai:ojs.ejournal.undip.ac.id:article/22324
2023-11-28T02:39:24Z
janesti:TPK
nmb a2200000Iu 4500
"180701 2018 eng "
2089-970X
2337-5124
dc
Preoksigenasi pada Anestesi Umum
Malawat, Faizal Rahmat
Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif; Fakultas Kedokteran; Universitas Diponegoro/ RSUP Dr. Kariadi; Semarang
Cahyadi, Bondan Irtani
Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif; Fakultas Kedokteran; Universitas Diponegoro/ RSUP Dr. Kariadi; Semarang
Array
Latar Belakang: Pemantauan saturasi hemoglobin selama tatalaksana jalan napas penting untuk keselamatan pasien. Desaturasi di bawah 70% menghantarkan pasien pada risiko mengalami disritmia, dekompensasi hemodinamik, kerusakan otak akibat hipoksia dan kematian. Tantangan untuk dokter emergensi adalah dapat melakukan intubasi endotrakeal secara cepat tanpa hipoksia atau aspirasi. Preoksigenasi dengan 100% oksigen sebelum induksi anestesi, merupakan manuver yang diterima secara luas yang dapat meningkatkan penyimpanan oksigen tubuh, sehingga menunda onset desaturasi selama periode apnea setelah induksi anestesi dan muscle relaksan.
Tujuan: Tujuan preoksigenasi adalah mengganti nitrogen di FRC dengan oksigen; yang disebut proses denitrogenasi. Hal ini memiliki dampak pada penyimpanan oksigen tubuh dan meningkatkan toleransi terhadap apneu secara substansial. Preoksigenasi efektif menghasilkan batas aman untuk intubasi darurat dan memperpanjang durasi dari apnea tanpa desaturasi.
Metode: Preoksigenasi di dalam kamar operasi biasanya menggunakan sirkuit yang terpasang pada mesin anestesi, yang akan memberikan FiO2 yang tinggi. Kemudian, keberhasilan dari preoksigenasi dapat terus dinilai dengan memperkirakan derajat denitrogenasi menggunakan penganalisa gas untuk menentukan konsentrasi fraksi oksigen yang dihembuskan (FeO2). Untuk operasi pasien dengan risiko aspirasi yang tinggi, anestesi mengembangkan induksi dengan sekuens cepat dengan cara pemberian sedatif dan paralitik tanpa ventilasi secara simultan sembari menunggu paralitik berefek, sehingga dapat mengurangi risiko aspirasi. Posisi supine tidak ideal untuk mencapai preoksigenasi optimal, karena menjadi lebih sulit untuk mengambil napas penuh dan lebih banyak bagian paru posterior yang menjadi prone sampai kolaps. Sebaliknya posisi trendelenburg akan meningkatkan preoksigenasi dan mungkin berguna pada pasien yang diimobilisasi karena kemungkinan spinal injury.
Simpulan: Dalam keadaan apneu, faktor yang memiliki efek terbesar pada waktu tercapainya hipoksia kritis adalah FRC, konsentrasi oksigen alveoli, dan kecepatan metabolisme. Konsentrasi hemoglobin dan derajat shunting sirkulasi kurang penting dibandingkan faktor-faktor diatas. Ahli anestesi dapat menghindari hipoksia dengan preoksigenasi. Sampai kontrol definitif jalan napas dapat dicapai, ahli anestesi dapat memberikan oksigen 100% sehingga memungkinkan masuknya oksigen ke paru dan membantu mencegah terjadinya hipoksia.
Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif
2018-07-01 00:00:00
application/pdf
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/view/22324
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia); Vol 10, No 2 (2018): JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
eng
Copyright (c) 2018 JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
oai:ojs.ejournal.undip.ac.id:article/43116
2023-11-28T02:35:43Z
janesti:TPK
nmb a2200000Iu 4500
"220731 2022 eng "
2089-970X
2337-5124
dc
Drug Dose Calculator Application to Prevent Medication Errors
Lestari, Mayang Indah
Department of Anesthesiology and Intensive Care, Faculty of Medicine, Universitas Sriwijaya/ Mohammad Hoesin Hospital Palembang https://scholar.google.com/citations?user=40JMH5QAAAAJ&hl=en&oi=ao https://orcid.org/0000-0003-4655-1425
Zulkifli, Zulkifli
Department of Anesthesiology and Intensive Care, Faculty of Medicine, Universitas Sriwijaya/ Mohammad Hoesin Hospital Palembang
Zainal, Rizal
Department of Anesthesiology and Intensive Care, Faculty of Medicine, Universitas Sriwijaya/ Mohammad Hoesin Hospital Palembang
Mulia, Muhammad Imam
Department of Anesthesiology and Intensive Care, Faculty of Medicine, Universitas Sriwijaya/ Mohammad Hoesin Hospital Palembang
Array
As a part of the essentials in achieving patient safety, medication errors are one of the most financially detrimental problems in the treatment process faced by health institutions. This article firstly debriefs the definition of medication error and its general classification based on the treatment process. Wrong dose calculation has become one of the most frequent medication errors, especially among anesthesiology-care providers. This article then concisely defines the side effects of commonly-used anesthesia drugs in critical and perioperative care. This article examines medication errors prevalence among anesthesiologists and investigates the line between several risk factors and wrong dosage calculation. Finally, this article concludes with the elucidation of current trends of drug dosage calculators and several studies that aim to validate and prove the efficacy of those applications.
Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif
2022-07-31 00:00:00
application/pdf
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/view/43116
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia); Vol 14, No 2 (2022): JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
eng
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/download/43116/133383
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/download/43116/167951
Copyright (c) 2021 JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
oai:ojs.ejournal.undip.ac.id:article/20346
2018-09-18T10:46:46Z
janesti:TPK
oai:ojs.ejournal.undip.ac.id:article/6298
2023-11-28T02:59:38Z
janesti:TPK
nmb a2200000Iu 4500
2089-970X
2337-5124
dc
Nutrisi Pada Pasien Cedera Kepala
Debora, Yusnita
Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro/ RSUP Dr. Kariadi
Semarang
Villyastuti, Yulia Wahyu
Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro/ RSUP Dr. Kariadi
Semarang https://scholar.google.co.id/citations?user=2VivcB8AAAAJ&hl=en&oi=ao
Harahap, Mohamad Sofyan
Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro/ RSUP Dr. Kariadi
Semarang https://scholar.google.co.id/citations?user=n6QTGGUAAAAJ&hl=id
Array
Status hipermetabolik sering ditemukan pada pasien-pasien stroke ataupun cedera kepala, sehingga tidak jarang keadaan ini akan memperburuk keadaan pasien. Laju hipermetabolik ini dipercepat dengan puasa yang lama sehingga tubuh akan memobilisasi lemak dan protein yang nantinya akan digunakan sebagai untuk energi. Keadaan ini dapa t dicegah dengan pemberian nutrisi secara dini dan pada keadaan ini lebih terpilih pemberian enteral nutrisi. Pemberian enteral nutrisi ini dapat melalui berbagai jalur, seperti melalui gaster, jejunum, ataupun dudenum dengan pemasangan “ feeding tube “ Untuk suksesnya suatu terapi nutrisi diperlukan penyaringan dan penilaian status gizi pasien-pasien tersebut.
Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif
2009-03-01 00:00:00
application/pdf
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/view/6298
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia); Vol 1, No 1 (2009): JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
eng
Copyright (c) 2009 JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
oai:ojs.ejournal.undip.ac.id:article/6472
2023-11-28T02:48:39Z
janesti:TPK
nmb a2200000Iu 4500
"100301 2010 eng "
2089-970X
2337-5124
dc
Anestesi pada Mediastinoskopi
Wicaksono, Satrio Adi
Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro/ RSUP Dr. Kariadi
Semarang https://scholar.google.co.id/citations?user=l0PBTu0AAAAJ&hl=en
Hendriarto, Hari
Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro/ RSUP Dr. Kariadi
Semarang https://scholar.google.co.id/citations?view_op=list_works&hl=id&user=wY9PV58AAAAJ
Jatmiko, Heru Dwi
Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro/ RSUP Dr. Kariadi
Semarang https://scholar.google.co.id/citations?user=31syvlEAAAAJ&hl=id
Array
Mediastinoscopy adalah prosedur bedah toraks yang dilakukan dengan mediastinoscope untuk memeriksa mediastinum yang merupakan ruang dalam rongga toraks antara paru-paru untuk berbagai indikasi. Dari sudut pandang anestesi, mediastinoscopy menggunakan anestesi umum. Akses vena dengan kateter intravena berdiameter besar (ukuran 14 sampai 16) diperlukan karena risiko perdarahan yang berlebihan dan kesulitan mengendalikan perdarahan. Dalam ulasan ini kami akan menjelaskan manajemen anestesi pada pasien yang menjalani mediastinoscopy.
Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif
2010-03-01 00:00:00
application/pdf
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/view/6472
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia); Vol 2, No 1 (2010): JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
eng
Copyright (c) 2010 JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
oai:ojs.ejournal.undip.ac.id:article/19812
2023-11-28T02:42:58Z
janesti:TPK
nmb a2200000Iu 4500
"161101 2016 eng "
2089-970X
2337-5124
dc
Perioperatif Early Goal Directed Theraphy Pada Bedah Jantung
Raharjo, Langgeng
Departemen Anestesi dan Terapi Intensif, Rumah Sakit Umum Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, Jakarta
Syamsu, Zuswahyudha
Departemen Anestesi dan Terapi Intensif, Rumah Sakit Umum Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, Jakarta
Array
Perawatan paska bedah jantung dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas apabila terjadi ketidakstabilan hemodinamik. Pasien yang berhasil baik, didapatkan nilai cardiac output dan delivery oxygen yang lebih tinggi. Dengan mengenali dan mengelola lebih awal terjadinya cardiac output yang rendah, dapat menghindari kejadian hipoksia jaringan. Dengan metode Early Goal Directed Therapy, mengatur jumlah cairan dan inotropik, pengelolaan preload, afterload, dan kontraktilitas jantung dapat mempertahankan kecukupan hemodinamik.
Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif
2016-11-01 00:00:00
application/pdf
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/view/19812
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia); Vol 8, No 3 (2016): JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
eng
Copyright (c) 2016 (JAI) Jurnal Anestesiologi Indonesia
oai:ojs.ejournal.undip.ac.id:article/32404
2023-11-28T02:36:58Z
janesti:TPK
nmb a2200000Iu 4500
"210701 2021 eng "
2089-970X
2337-5124
dc
Acid-base Management in Cardiopulmonary Bypass
Surya, Sonny Lesmana
SM Anestesi Bedah Kardiovaskular, RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, Jakarta|RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita
Hadinata, Yudi
SM Anestesi Bedah Kardiovaskular, RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, Jakarta|RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita
Array
Cardiopulmonary bypass (CPB) merupakan alat penunjang fungsi sirkulasi dan pernapasan pasien yang biasa digunakan ketika menjalani pembedahan jantung atau pembuluh darah besar. Selama prosedur CPB, kondisi hipotermia dipertahankan untuk menurunkan kebutuhan oksigen dan laju metabolisme. Kondisi hipotermia akan mempengaruhi keseimbangan asam-basa pada tubuh. Manajemen asam-basa selama prosedur CPB dicapai dengan menggunakan metode a-stat atau pH-stat. Pada metode a-stat, manajemen asam-basa dilakukan dengan menjaga pHa 7.4 dan PaCO2 40 mmHg pada suhu 37oC tanpa penambahan CO2 oksigen untuk menjaga total CO2 tetap konstan. Sedangkan, pada metode pH-stat, diberikan CO2 oksigen untuk menjaga PaCO2 40 mmHg dan pHa 7.4 secara in vivo. Masih banyak perdebatan terkait waktu penerapan masing-masing metode. Pada level mikrosirkulasi, manajemen a-stat terbukti memberikan keuntungan pada otak dan mengurangi insidensi postoperative cerebral dysfunction. Sedangkan, metode pH-stat dilaporkan meningkatkan risiko emboli otak, sehingga tidak disarankan untuk pasien yang memiliki risiko tinggi gangguan aliran darah otak. Namun, terdapat pula laporan yang menyatakan pH-stat bermanfaat pada operasi bedah jantung anak. Berdasarkan hal itu, usia pasien dapat menentukan waktu penggunaan metode a-stat dan pH-stat. Satu indikasi primer penggunaan pH-stat adalah selama proses pendinginan saat deep hypothermic circulatory arrest (DHCA), sedangkan metode a-stat lebih baik digunakan selama selective cerebral perfusion (SCP) dan rewarming.
Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif
2021-08-25 00:00:00
application/pdf
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/view/32404
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia); Vol 13, No 2 (2021): JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
eng
Copyright (c) 2021 JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
oai:ojs.ejournal.undip.ac.id:article/19855
2018-08-09T08:17:57Z
janesti:TPK
oai:ojs.ejournal.undip.ac.id:article/6460
2023-11-28T02:47:59Z
janesti:TPK
nmb a2200000Iu 4500
"101101 2010 eng "
2089-970X
2337-5124
dc
Ventilasi Mekanik Noninvasif
Hartawan, Dicky
Soesilowati, Danu
Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro/ RSUP Dr. Kariadi
Semarang https://scholar.google.co.id/citations?view_op=list_works&hl=id&user=vB5AdB8AAAAJ
Budiono, Uripno
Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro/ RSUP Dr. Kariadi
Semarang https://scholar.google.co.id/citations?user=hckALa0AAAAJ&hl=id
Array
Ventilasi mekanis dapat diberikan dengan cara invasif maupun noninvasif. Ventilasi noninvasif menjadi alternatif karena dapat menghindari risiko yang ditimbulkan pada penggunaan ventilasi invasif, mengurangi biaya dan lama perawatan di ruang intensif. Ventilasi noninvasif terbagi 2 yaitu ventilasi tekanan negatif dan ventilasi tekanan positif. Ventilasi noninvasif tekanan positif memerlukan alat penghubung seperti sungkup muka, sungkup nasal, keping mulut, nasal pillow dan helmet. Ventilator yang digunakan dapat berupa ventilator kontrol volume, tekanan, BIPAP dan CPAP.
Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif
2010-11-01 00:00:00
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/view/6460
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia); Vol 2, No 3 (2010): JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
eng
Copyright (c) 2010 JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
oai:ojs.ejournal.undip.ac.id:article/24714
2023-11-28T02:38:40Z
janesti:TPK
nmb a2200000Iu 4500
"190701 2019 eng "
2089-970X
2337-5124
dc
Tatalaksana Perioperatif pada Pasien dengan Cardiac Implantable Electronic Devices (Cieds) atau Alat Elektronik Kardiovaskular Implan (Aleka)
Boom, Cindy Elfira
SMF Anestesi dan Perawatan Intensif Pascabedah/ Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita
Jakarta
Widyapuspita, Ornella
SMF Anestesi dan Perawatan Intensif Pascabedah/ Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita
Jakarta
Array
Jumlah pasien pengguna cardiac implantable electronic devices (CIEDs) atau alat elektronik kardiovaskular implan (ALEKA) hingga saat ini makin bertambah setiap tahunnya di penjuru dunia, namun masih banyak ahli anestesi yang belum nyaman dalam mengelola pelayanan perioperatif pada pasien-pasien tersebut dikarenakan kurangnya pengetahuan dan pengalaman pemrograman alat untuk menatalaksana pasien. Alat elektronik kardiovaskular implan merupakan sebuah istilah yang mencakup penggunaan alat pacu jantung untuk bradiaritmia dan implantable cardioverter defibrilator (ICD)/defibrilator kadioverter implan (DKI) untuk takiaritmia, serta cardiac resynchronization therapy (CRT)/ terapi resinkronisasi jantung (TRJ) untuk disfungsi diastolik dengan hambatan konduksi. Hingga saat ini, tercatat setidaknya lebih dari 250.000 pasien dewasa maupun anak menjalani pemasangan alat pacu jantung tiap tahunnya, oleh karena itu, penting bagi seorang dokter anestesi untuk memahami dan mampu membuat perencanaan perioperatif dengan tim multidisiplin agar dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas pasien. Tinjauan pustaka ini dibuat untuk memberikan info seputar ALEKA dengan berfokus pada manajemen perioperatif pasien dengan ALEKA, serta algoritma tatalaksana yang dapat diimplementasikan dalam praktik sehari-hari.
Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif
2019-07-01 00:00:00
application/pdf
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/view/24714
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia); Vol 11, No 2 (2019): JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
eng
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/download/24714/69373
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/download/24714/69374
Copyright (c) 2019 JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
oai:ojs.ejournal.undip.ac.id:article/19792
2018-08-06T13:01:28Z
janesti:TPK
oai:ojs.ejournal.undip.ac.id:article/49535
2023-11-28T02:35:08Z
janesti:TPK
nmb a2200000Iu 4500
"230331 2023 eng "
2089-970X
2337-5124
dc
Manajemen Perioperatif pada Pasien Hipertensi Pulmonal Akibat Kelainan Jantung Kiri yang Menjalani Operasi Bedah Jantung
Nur, Rifdhani Fakhrudin
Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta|Universitas Gadjah Mada https://orcid.org/0000-0002-5144-802X
Kurniawaty, Juni
Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta|Universitas Gadjah Mada https://orcid.org/0000-0001-7287-1831
Pratomo, Bhirowo Yudo
Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta|Universitas Gadjah Mada https://orcid.org/0000-0002-0815-5440
Array
Hipertensi pulmonal akibat kelainan jantung kiri (PH-LHD) pada pasien yang menjalani bedah jantung dihubungkan dengan tingginya komplikasi, peningkatan risiko luaran buruk, dan kenaikan mortalitas perioperatif. Manajemen praoperatif pada pasien PH-LHD meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, serta kateterisasi jantung kanan untuk menegakkan diagnosis definitif. Optimalisasi praoperatif dilakukan dengan memastikan kondisi euvolemik, meneruskan pengobatan sebelumnya, sampai memberikan perawatan intensif pada kondisi gagal jantung dekompensasi akut. Selain pemantauan invasif standar, pemantauan transesophageal echocardiography intraoperatif digunakan untuk menganalisis PH dan mengenali kelainan jantung kiri yang menyebabkan PH. Induksi anestesi dilakukan dengan teknik anestesi balans antara opioid dan agen inhalasi dosis rendah. Pada PH-LHD yang disebabkan lesi katup, target hemodinamik disesuaikan dengan jenis kelainan katupnya. Target manajemen pascaoperatif adalah menghindari dan mengobati gagal ventrikel kanan dengan mengatasi aritmia, melakukan strategi ventilasi mekanik pelindung ventrikel kanan, memastikan keseimbangan cairan, dan memberikan dukungan obat vasoaktif jika diperlukan.
Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif
2023-03-31 00:00:00
application/pdf
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/view/49535
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia); Vol 15, No 1 (2023): JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
eng
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/download/49535/0
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/download/49535/190149
Copyright (c) 2021 JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
oai:ojs.ejournal.undip.ac.id:article/6447
2023-11-28T02:47:27Z
janesti:TPK
nmb a2200000Iu 4500
"110701 2011 eng "
2089-970X
2337-5124
dc
Fisiologi Lateral Dekubitus dan Monitoring Durante Operasi Bedah Thoraks
Bayu, Derajad
Satoto, Hari Hendriarto
Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro/ RSUP Dr. Kariadi
Semarang https://scholar.google.co.id/citations?view_op=list_works&hl=id&user=wY9PV58AAAAJ
Soesilowati, Danu
Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro/ RSUP Dr. Kariadi
Semarang https://scholar.google.co.id/citations?view_op=list_works&hl=id&user=vB5AdB8AAAAJ
Array
Dewasa ini pembedahan di daerah thoraks semakin maju, sejalan dengan perkembangan ilmu anestesiologi. Beberapa tindakan tersebut dilakukan terhadap pasien dalam posisi lateral dekubitus. Posisi lateral dekubitus menimbulkan berbagai perubahan fisiologis terhadap pasien. Sebagaimana halnya operasi yang lain, operasi pada bedah thoraks memerlukan monitoring dan penanganan terhadap berbagai hal yang terjadi.
Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif
2011-07-01 00:00:00
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/view/6447
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia); Vol 3, No 2 (2011): JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
eng
Copyright (c) 2011 JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
oai:ojs.ejournal.undip.ac.id:article/17277
2023-11-28T02:44:14Z
janesti:TPK
nmb a2200000Iu 4500
"150301 2015 eng "
2089-970X
2337-5124
dc
Pengaruh Diabetes Mellitus Gestasional Terhadap Sirkulasi Uteroplasenta
Sindharta, Redhy
Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif
Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya/ RSUD dr. Saiful Anwar
Malang
Isngadi, Isngadi
Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif
Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya/ RSUD dr. Saiful Anwar
Malang
Uyun, Yusmein
Bagian Anestesiologi dan terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Univeristas Gadjah Mada/ RSUP dr. Sardjito,
Yogyakarta
Rahardjo, Sri
Bagian Anestesiologi dan terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Univeristas Gadjah Mada/ RSUP dr. Sardjito,
Yogyakarta
Array
Diabetes mellitus pada kehamilan (Gestational diabetes mellitus/GDM) adalah intoleransi glukosa yang ditemukan pertama kali pada masa kehamilan dan sering menimbulkan komplikasi pada ibu yang mengandung maupun janin yang dikandung. Beberapa organ pada GDM mengalami perubahan struktur dan perubahan fungsi termasuk disfungsi endothel mikrosirkulasi dan makrosirkulasi fetoplasenta.
Endothelium-derived Relaxing Factors (EDRF) khususnya prostasiklin dan nitrik oksid berperan penting dalam mengontrol sirkulasi fetoplasental. Endothel vaskuler pasien GDM mengalami disfungsi, sehingga sintesa dan pelepasan prostasiklin dan nitrik oksid (NO) mengalami gangguan sehingga tonus arteria meningkat. Peningkatan tonus arteri yang menuju uterus akan menurunkan aliran darah uteroplasenta dan akhirnya menurunkan umbilical blood flow (UmBF). Endothel pembuluh darah merupakan target utama dari stress oksidatif. Sintesa NO merupakan mekanisme penting yang mendasari perubahan pembuluh darah sistemik dan pembuluh darah uterine selama kehamilan.
Beberapa evidensi penelitian membuktikan peranan NO dan ADMA pada kehamilan normal dan insufiensi plasenta. Dengan berkembangnya pengetahuan akan mekanisme gangguan jalur ADMA-NO, pilihan tambahan untuk intervensi terapetik akan dapat ditemukan. Tatalaksana GDM secara umum adalah dengan pengaturan diet, latihan fisik selama tidak ada kontraindikasi, pengawasan dan kontrol gula darah, dan terapi farmakologi Berbagai penelitian lain terus berusaha menemukan terapi-terapi baru untuk memperbaiki endothel dan sirkulasi uteroplasenta pada pasien GDM.
Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif
2015-03-01 00:00:00
application/pdf
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/view/17277
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia); Vol 7, No 1 (2015): JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
eng
Copyright (c) 2015 JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
oai:ojs.ejournal.undip.ac.id:article/20724
2023-11-28T02:39:07Z
janesti:TPK
nmb a2200000Iu 4500
"181101 2018 eng "
2089-970X
2337-5124
dc
Manajemen Hipertensi Pulmonal Perioperatif pada Bedah Jantung
Habibah, Siti
Bagian Anestesi dan Terapi Intensif/ Eka Hospital; Pekanbaru
Array
Pembedahan pada pasien dengan hipertensi pulmonal merupakan pembedahan dengan kategori risiko tinggi dan merupakan tantangan besar untuk dokter anestesi maupun bedah. Hipertensi pulmonal merupakan salah satu penyebab utama peningkatan morbiditas dan mortalitas perioperatif. Komplikasi serius yang dapat terjadi diantaranya adalah gagal jantung kanan, aritmia dan kematian dini pascaoperasi. Pasien dengan hipertensi pulmonal membutuhkan evaluasi dan manajemen penyakit yang komprehensif untuk mengurangi risiko secara optimal dan meningkatkan outcome. Pada tulisan ini dijelaskan mengenai patofisiologi, penilaian praoperasidan penanganan perioperatif pasien PH yang akan menjalani bedah jantung.
Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif
2018-11-01 00:00:00
application/pdf
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/view/20724
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia); Vol 10, No 3 (2018): JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
eng
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/download/20724/61525
Copyright (c) 2018 JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
oai:ojs.ejournal.undip.ac.id:article/46154
2023-11-28T02:35:27Z
janesti:TPK
nmb a2200000Iu 4500
"221130 2022 eng "
2089-970X
2337-5124
dc
Sindroma Kardiorenal
Lucas, Shirly
Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jakarta|Universitas Indonesia
Array
Cardiorenal syndrome (CRS) atau sindroma kardiorenal merupakan suatu kondisi dimana terjadi penyakit ginjal dan penyakit jantung secara bersamaan yang progresifitasnya terjadi dengan cepat. Pada kasus dimana penyakit jantung merupakan penyakit primer, yang terjadi adalah gangguan dinamika kardioavaskular, aktivasi neurohormonal dan faktor inflamasi yang terlibat dalam awal-mulanya perburukan fungsi ginjal dan penyakit ginjal yang progresif.
Sepsis adalah “respons sistemik terhadap infeksi yang telah terdokumenetasi atau masih dicurigai dan terjadi disfungsi satu organ”; terdiri dari hipotermia/hipertermia, takikardia, takipnea, infeksi, dan disfungsi organ akhir akibat hipoperfusi. Sepsis yang lebih modern didasari konsep SIRS, sebuah istilah yang mendeskripsikan kompleks imun sebagai respons infeksi dan digunakan untuk menggambarkan ciri klinis yang berkaitan dengan respons tersebut. Penggunaan klinis SIRS menggambarkan kekacauan laju nafas, frekuensi denyut jantung, temperature, dan jumlah leukosit. Jika ada 2 dari 4 kriteria di bawah ini, SIRS bisa ditegakkan: nafas > 20 kali per menit atau PaCo2 <32 mmHg, frekuensi nadi >90 kali per menit, suhu >38o C atau <36o C, dan leukosit >12,000/mm3 atau <4,000/mm3.
CRS sepsis adalah disfungsi renal dan kardiak yang terjadi bersamaan dalam sebuah kondisi sistemik primer yang mempengaruhi kedua organ. “Tuntutan iskemik” jantung didasarkan pada alasan meningkatnya kebutuhan oksigen berkaitan dengan respons sepsis (misalnya takikardia, peningkatan curah jantung) yang mengarah kepada cedera iskemik. Disfungsi renal dapat dilihat selama sepsis berat dan merupakan bagian dari gambaran klinis syok septik dan kegagalan multi organ.
Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif
2022-11-30 00:00:00
application/pdf
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/view/46154
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia); Vol 14, No 3 (2022): JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
eng
Copyright (c) 2021 JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
oai:ojs.ejournal.undip.ac.id:article/20355
2018-09-18T12:10:04Z
janesti:TPK
oai:ojs.ejournal.undip.ac.id:article/6415
2023-11-28T02:45:38Z
janesti:TPK
nmb a2200000Iu 4500
"130701 2013 eng "
2089-970X
2337-5124
dc
Pengawasan Curah Jantung
Helmi, Mochamat
Department Intensive Care Adults, Erasmus University Medical Center, Rotterdam, The Netherlands
Array
Sebagai faktor penentu dari hantaran oksigen ke jariangan dan juga tekanan darah,curah jantung menjadi komponen penilaian hemodinamik yang penting.Penggunaan
teknik thermodilusi yang menjadi standar baku, telah banyak diketahui mempunyai
resiko karena teknik invasifnya. Sehingga teknik pengawasan CO yang kurang invasif,
aman,akurat dan mudah digunakan, terus mengalami perkembangan. Tinjauan
pustaka ini akan mamaparkan mengenai beberapa macam metode pengawasan CO.
Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif
2013-07-01 00:00:00
application/pdf
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/view/6415
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia); Vol 5, No 2 (2013): JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
eng
Copyright (c) 2013 JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
oai:ojs.ejournal.undip.ac.id:article/6473
2023-11-28T02:48:39Z
janesti:TPK
nmb a2200000Iu 4500
"100301 2010 eng "
2089-970X
2337-5124
dc
Pengelolaan Trauma Susunan Saraf Pusat
Winarno, Igun
Pujo, Jati Listiyanto
Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro/ RSUP Dr. Kariadi
Semarang https://scholar.google.co.id/citations?view_op=list_works&hl=id&user=RrIo0jwAAAAJ
Harahap, Mohamad Sofyan
Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro/ RSUP Dr. Kariadi
Semarang https://scholar.google.co.id/citations?user=n6QTGGUAAAAJ&hl=id
Array
Trauma SSP merupakan masalah kesehatan yang utama sebagai penyebab kematian dan kecacatan di seluruh dunia. Tingkat keparahan cedera primer sangat menentukan hasil, sedangkan cedera sekunder yang disebabkan faktor fisiologi hipotensi, hipoksemia, hiperkarbi, hiperglikemi, hipoglikemia, dan lainnya yang berkembang selanjutnya akan menyebabkan kerusakan otak lanjutan dan memperburuk trauma SSP. Manajemen anestesi perioperatif yang tepat dan dimulai sejak periode preoperatif, terutama saat pasien berada di Unit Gawat Darurat, sangat menentukan keluaran dari pasien.
Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif
2010-03-01 00:00:00
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/view/6473
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia); Vol 2, No 1 (2010): JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
eng
Copyright (c) 2010 JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
oai:ojs.ejournal.undip.ac.id:article/19827
2023-11-28T02:41:42Z
janesti:TPK
nmb a2200000Iu 4500
"170701 2017 eng "
2089-970X
2337-5124
dc
Prinsip Proteksi Sel Otot Jantung dalam Mesin Pintas Jantung Paru pada Prosedur Pembedahan Jantung Terbuka
Indrasutanto, Teddy Ferdinand
RSUD Abdul Wahab Sjahranie, Samarinda
Kalimantan Timur
Boom, Cindy Elfira
Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita
Jakarta
Array
Penyakit jantung koroner merupakan penyebab nomer satu kematian secara global. Diperkirakan 17,1 juta penduduk dunia meninggal karena penyakit jantung koroner pada tahun 2004, yaitu 29% dari seluruh kematian. Standar baku emas untuk memulihkan pasien dari penyakit jantung koroner adalah pembedahan coronary artery bypass graft (CABG). Pembedahan CABG dapat dilakukan dengan menggunakan mesin pintas jantung paru dan jantung dihentikan selama prosedur pembedahan. Penggunaan mesin pintas jantung paru dan proses henti jantung dapat menimbulkan cedera pada sel otot jantung. Oleh karena itu perlu pemahaman yang baik terhadap fungsi jantung selama prosedur henti jantung dan sirkulasi darah digantikan oleh mesin pintas jantung paru, terutama dalam hal proteksi miokard. Tujuan dari proteksi miokard selama pembedahan jantung adalah untuk menghindari cedera akibat pemakaian mesin pintas jantung paru dan iskemia akibat pembedahan. Salah satu strategi proteksi miokard adalah menggunakan kardioplegia. Kardioplegia dapat membantu menghentikan jantung sekaligus memberikan nutrisi ke sel otot jantung sehingga mengurangi dampak iskemia pada sel otot jantung. Strategi proteksi miokard yang lain dapat dicapai dengan teknik hipotermia, prekondisi iskemia, prekondisi anestesia dengan penggunaan gas anestesi dan obat anestesi intravena. Hingga saat ini penelitian mengenai proteksi miokard selama prosedur pembedahan jantung yang menggunakan mesin pintas jantung paru masih belum menemukan strategi terbaik. Kedepannya masih perlu banyak penelitian lagi yang dikembangkan, terutama pada fisiologi molekuler dari sel otot jantung, dalam rangka mendapatkan hasil proteksi miokard yang paling baik dan dapat diandalkan.
Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif
2017-07-01 00:00:00
application/pdf
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/view/19827
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia); Vol 9, No 2 (2017): JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
eng
Copyright (c) 2017 (JAI) Jurnal Anestesiologi Indonesia
oai:ojs.ejournal.undip.ac.id:article/26192
2023-11-28T02:36:45Z
janesti:TPK
nmb a2200000Iu 4500
"211101 2021 eng "
2089-970X
2337-5124
dc
Perioperatif Transposition of The Great Arteries
Kesumarini, Dian
SMF Anestesiologi dan Terapi Pasca Bedah, Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, Jakarta|Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita
Array
Transposition of the great arteries (TGA) merupakan salah satu kelainan jantung kongenital yang kompleks. Pada TGA, terjadi pertukaran sistem arterioventrikular di mana arteri pulmonalis keluar dari ventrikel kiri (LV) dan aorta keluar dari ventrikel kanan (RV). Pertukaran ini menyebabkan perubahan dalam sirkulasi darah, di mana darah yang teroksigenasi mengalir ke paru-paru dan darah yang tidak teroksigenasi mengalir ke sirkulasi sistemik.
TGA memiliki beberapa variasi yang memerlukan perhatian dan tindakan operatif yang berbeda. Secara garis besar, TGA dibagi menjadi congenitally-corrected TGA (cc-TGA) dan dextro-TGA (d-TGA) yang dibagi lagi menjadi dua, yaitu TGA dengan septum interventrikular intak (TGA-IVS) dan TGA dengan defek septum ventrikel (TGA-VSD). Pada cc-TGA, diperlukan tindakan double switch. Pada d-TGA, arterial switch operation (ASO) menjadi prosedur pilihan. Pada TGA-IVS, tingkat mixing menjadi faktor penting yang perlu dijaga. Sementara itu, pada TGA-VSD, hipertensi pulmonal dan gagal jantung lebih sering terjadi. Manajemen anestesi merupakan salah satu hal penting untuk memastikan kelancaran prosedur koreksi.
Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif
2021-11-17 00:00:00
application/pdf
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/view/26192
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia); Vol 13, No 3 (2021): JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
eng
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/download/26192/74700
Copyright (c) 2021 JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
oai:ojs.ejournal.undip.ac.id:article/19875
2018-08-09T08:25:09Z
janesti:TPK
oai:ojs.ejournal.undip.ac.id:article/6461
2023-11-28T02:47:59Z
janesti:TPK
nmb a2200000Iu 4500
"101101 2010 eng "
2089-970X
2337-5124
dc
Monitoring Kardiovaskuler pada Pediatric Intensive Care
Rusmaladewi, Aprilina
Leksana, Ery
Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro/ RSUP Dr. Kariadi
Semarang https://scholar.google.co.id/citations?view_op=list_works&hl=id&user=n-EXb1cAAAAJ
Nurcahyo, Widya Istanto
Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro/ RSUP Dr. Kariadi
Semarang https://scholar.google.co.id/citations?view_op=list_works&hl=id&user=oiyzCsUAAAAJ
Array
Anestesi memegang peranan penting terhadap perkembangan Pediatric Intensive care karena ilmu pengetahuan dan keterampilan anestesiologist dalam mengelola jalan nafas dan pernafasan, monitoring sirkulasi dan akses vaskular. Pediatric Anestesi juga menjadi leader pada pengelolaan pernafasan pada anak dan intensive care. Ilmu pengetahuan anestesi dan keterampilan pada keadaan akut dan emergensi di dalam ruang operasi dan keterampilan dalam memberikan bantuan hidup dasar menjadikan anestesi menjadi leader di banyak PICU.
Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif
2010-11-01 00:00:00
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/view/6461
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia); Vol 2, No 3 (2010): JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
eng
Copyright (c) 2010 JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
oai:ojs.ejournal.undip.ac.id:article/25251
2023-11-28T02:38:18Z
janesti:TPK
nmb a2200000Iu 4500
"191101 2019 eng "
2089-970X
2337-5124
dc
Hubungan Volume Cairan dengan Cardiac Output dan Venous Return pada Pasien Kritis
Sartika, Listiana Dewi
SMF Anestesiologi dan Terapi Intensif/RSUD dr. Loekmonohadi Kudus; Kudus
Pradian, Erwin
Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif; Fakultas Kedokteran; Universitas Padjadjaran/ Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung; Bandung
Dian, Nurita
Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif; Fakultas Kedokteran; Universitas Padjadjaran/ Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung; Bandung
Sudjud, Reza W
Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif; Fakultas Kedokteran; Universitas Padjadjaran/ Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung; Bandung
Aditya, Ricky
Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif; Fakultas Kedokteran; Universitas Padjadjaran/ Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung; Bandung
Array
Pemberian cairan merupakan salah satu intervensi medis yang sering dilakukan pada pasien kritis di intensif care unit (ICU). Perkembangan ilmu mengenai cairan tubuh dulu lebih menitikberatkan pada fisiologi jantung kiri. Cardiac output, pada mulanya lebih dikenal sebagai fungsi jantung kiri dimana cardiac output ditentukan oleh jumlah darah yang dipompa dari ventrikel kiri dalam semenit (stroke volume) dan heart rate. Namun demikian, ternyata pemahaman fisiologi kardiovaskular tidak sesederhana itu. Menurut Starling, jantung hanya akan memompa darah yang masuk ke dalam jantung kanan. Dengan demikian, jumlah darah yang masuk ke jantung kanan harus sama dengan jumlah darah yang dipompa oleh jantung kiri, dimana keduanya adalah cardiac output. Ini kemudian diteliti lagi oleh Guyton. Guyton mencoba memandang cardiac output sebagai darah yang masuk ke jantung kanan (venous return). Terdapat banyak faktor yang menentukan kembalinya cairan ke jantung kanan. Faktor perbedaan tekanan antara mean systemic filling pressure (MSFP) dengan tekanan atrium kanan, serta faktor resistensi vena merupakan faktor penentu dalam fungsi venous return. Guyton juga mencari hubungan antara fungsi jantung dengan fungsi venous return. Pemahaman cardiac output secara utuh baik sebagai fungsi jantung dan sebagai venous return ini dapat menjelaskan banyak hal yang berhubungan dengan disfungsi kardiovaskular maupun gangguan ekstra kardiak pada pasien kritis dengan kondisi syok. Oleh karena itu, sangat penting bagi klinisi untuk memahami hubungan antara cairan tubuh dengan cardiac output dan venous return.
Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif
2019-11-01 00:00:00
application/pdf
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/view/25251
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia); Vol 11, No 3 (2019): JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
eng
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/download/25251/76836
Copyright (c) 2019 JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
oai:ojs.ejournal.undip.ac.id:article/19794
2018-08-06T13:01:28Z
janesti:TPK
oai:ojs.ejournal.undip.ac.id:article/51613
2023-11-28T02:35:08Z
janesti:TPK
nmb a2200000Iu 4500
"230331 2023 eng "
2089-970X
2337-5124
dc
Peran Ketamin pada Nyeri di Tingkat Sel
Zainal, Rizal
Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/ RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang|RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang https://scholar.google.com/citations?hl=en&user=03OzofYAAAAJ&view_op=list_works&sortby=pubdate https://orcid.org/0000-0001-7107-5198
Irfannuddin, Irfannuddin
Departemen Fisiologi Kedokteran, Fakultas Kedokteran, Universitas Sriwijaya, Palembang|Universitas Sriwijaya
Legiran, Legiran
Departemen Anatomi Kedokteran, Fakultas Kedokteran, Universitas Sriwijaya, Palembang|Universitas Sriwijaya
Ibrahim, Nurhadi
Departemen Fisiologi Kedokteran, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jakarta|Universitas Indonesia
Ahmad, Muhammad Ramli
Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin/ RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makasar, Makassar|RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makasar
Array
Ketamin adalah salah satu analgesia yang dapat digunakan baik di dalam atau di luar kamar operasi. Selain efek analgesik, ketamin bersifat bronkodilator, simpatomimetik, dan sedasi yang dapat memberikan kemudahan dalam periode perioperatif. Ketamin berfungsi dalam modulasi sensitisasi sentral, menurunkan toleransi hiperalgesia yang diinduksi opioid, memberikan potensi analgesia opioid dalam dosis hiperalgesia, dan mengurangi eksitasi presinaptik substansi P di sum-sum tulang belakang. Ketamin juga dapat memodulasi reseptor muscarinic acetylcholine yang berpotensi mengurangi tahanan sensitivitas nyeri, up-regulasi reseptor a-amino-3-hydroxy-5-methylisoxazole-4-propionic acid (AMPA) yang dapat memperbaiki mood dan respons emosional terhadap nyeri. Aktivasi reseptor NMDA menyebabkan influks kalsium, mengaktivasi formasi intraseluler oleh secondary messenger, prostaglandin, dan nitric oxide. Ketamin adalah analog phencyclidine dan bersifat antagonis N-methyl-D-aspartate (NMDA), sehingga efek ketamin dapat mengurangi frekuensi dan waktu pembukaan kanal Ca2+ dan mencegah influks Ca2+. Ketamin juga berperan dalam regulasi respons imun yang berhubungan terhadap sinyal nyeri seperti toll-like receptor. Komponen molekuler yang terlibat pada kerja ketamin di tingkat seluler seperti inhibisi pada reseptor substansi P, inhibisi mAChR, inhibisi reseptor serotonin 1 dan 2, modulasi farmakologi sel glial pada inhibitor glial, L-α-aminoadipate, dan menghambat enzim glial termasuk transporter glutamat (GLT1).
Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif
2023-03-31 00:00:00
application/pdf
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/view/51613
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia); Vol 15, No 1 (2023): JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
eng
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/download/51613/164822
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/download/51613/173998
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/download/51613/180685
Copyright (c) 2021 JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
oai:ojs.ejournal.undip.ac.id:article/6448
2023-11-28T02:47:27Z
janesti:TPK
nmb a2200000Iu 4500
"110701 2011 eng "
2089-970X
2337-5124
dc
Fisiologi dan Patofisiologi Aksis Hipotalamus-Hipofisis-Adrenal
Nugroho, Taufik Eko
Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro/ RSUP Dr. Kariadi
Semarang https://scholar.google.co.id/citations?user=1n8-9xUAAAAJ&hl=id
Pujo, Jati Listiyanto
Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro/ RSUP Dr. Kariadi
Semarang https://scholar.google.co.id/citations?view_op=list_works&hl=id&user=RrIo0jwAAAAJ
Nurcahyo, Widya Istanto
Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro/ RSUP Dr. Kariadi
Semarang https://scholar.google.co.id/citations?view_op=list_works&hl=id&user=oiyzCsUAAAAJ
Array
Sistem endokrin terdiri dari kelenjar-kelenjar yang mensekresi hormon yang membantu memelihara dan mengatur fungsi-fungsi vital seperti (1) respons terhadap stres dan cedera, (2) pertumbuhan dan perkembangan, (3) reproduksi, (4) homeostasis ion, (5) metabolisme energi, dan (6) respons kekebalan tubuh. Sekresi kortisol oleh korteks adrenal diatur oleh sistem umpan balik negatif lengkung panjang yang melibatkan hipotalamus dan hipofisis anterior. Pada sistem hipotalamus-hipofisis-adrenal, corticotropin releasing hormone (CRH) menyebabkan hipofisis melepaskan ACTH. Kemudian ACTH merangsang korteks adrenal untuk mensekresi kortisol. Selanjutnya kortisol kembali memberikan umpan balik terhadap aksis hipotalamus-hipofisis, dan menghambat produksi CRH-ACTH. Sistem mengalami fluktuasi, bervariasi menurut kebutuhan fisiologis akan kortisol. Jika sistem menghasilkan terlalu banyak ACTH, sehingga terlalu banyak kortisol, maka kortisol akan mempengaruhi kembali dan menghambat produksi CRH oleh hipotalamus serta menurunkan kepekaan sel-sel penghasil ACTH terhadap CRH dengan bekerja secara langsung pada hipofisis anterior. Melalui pendekatan ganda ini, kortisol melakukan kontrol umpan balik negatif untuk menstabilkan konsentrasinya sendiri dalam plasma. Apabila kadar kortisol mulai turun, efek inhibisi kortisol pada hipotalamus dan hipofisis anterior berkurang sehingga faktor-faktor yang merangsang peningkatan sekresi kortisol (CRH-ACTH) akan meningkat. Sistem ini peka karena produksi kortisol atau pemberian kortisol atau glukokortikoid sintetik lain secara berlebihan dapat dengan cepat menghambat aksis hipotalamus-hipofisis dan menghentikan produksi ACTH.
Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif
2011-07-01 00:00:00
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/view/6448
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia); Vol 3, No 2 (2011): JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
eng
Copyright (c) 2011 JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
oai:ojs.ejournal.undip.ac.id:article/11864
2023-11-28T02:43:27Z
janesti:TPK
nmb a2200000Iu 4500
"160301 2016 eng "
2089-970X
2337-5124
dc
Pengukuran CVC pada pasien Sepsis, Apakah terdapat keuntungan?
Harahap, Charismaulana Oloan
Bagian / SMF Anestesiologi dan Terapi Intensif
Fakultas Kedokteran UNDIP / RSUP Dr. Kariadi Semarang
Arifin, Johan
Bagian / SMF Anestesiologi dan Terapi Intensif
Fakultas Kedokteran UNDIP / RSUP Dr. Kariadi Semarang https://scholar.google.co.id/citations?user=B2qcqUAAAAAJ&hl=en
Array
Sepsis adalah penyebab utama 10 kematian di Amerika Serikat. Sekitar 751.000 kasus sepsis berat per tahun terjadi di Amerika Serikat, dengan angka kematian 28,6% dengan biaya tahunan hampir 167 juta US dollar. Sepsis juga terjadi seluruh dunia dengan rata-rata 18 juta kasus sepsis berat terjadi setiap tahun, yang menewaskan sekitar 1400 orang setiap hari dan menimbulkan biaya kesehatan dari US $ 9,4 miliar di negara-negara Eropa
Pedoman dari The Surviving Sepsis Campaign untuk pengelolaan berat sepsis dan syok septik diterbitkan pada tahun 2004. Penekanan dari pedoman tersebut yaitu resusitasi awal yang bertujuan tercapainya early goal-directed therapy (EGDT) .
Tekanan vena sentral secara umum lebih berguna untuk membantu menentukan penyebab dari suatu masalah daripada mendeteksi suatu masalah pada pemantauan hemodinamik. CVP mengukur tekanan pada atrium kanan yang bisa menggambarkan tekanan akhir diastolik atau end diastolic pressure (EDP). Preload ventrikel lebih erat kaitannya dengan volume akhir diastolik ventrikel atau end diastolic ventricle (EDV) dibandingkan tekanannya, karena itu penting untuk mengetahui hubungan antara EDP dan EDV, di mana hubungan ini tergantung dari compliance ventrikel.
Pengukuran CVP dan pulmonary artery occlusion pressure (PAOP) merupakan pengukuran yang bersifat statis, berbeda dengan pegukuran yang bersifat dinamis seperti pulse pressure variaton (PPV), systolic pressure variation (SPV) atau stroke volume variation (SVV), echocardiography vena-cava diameter dan esophageal Doppler aortic blood flow yang selalu berubah pada saat bernafas, hal ini mengakibatkan pengukuran yang bersifat dinamis lebih representatif untuk memprediksi dalam hal kecukupan cairan pada pasien. Pengukuran yang bersifat stastis tidak menggambarkan kecukupan cairan pada pasien.
Perubahan tahun 2015 berdasarkan The leadership of the Surviving Sepsis Campaign menyatakan bahwa pemasangan CVC untuk memonitor tekanan vena sentral (CVP) dan saturasi oksigen vena sentral (ScvO2) bukan suatu keharusan pada semua pasien dengan syok sepsis yang sudah mendapatkan pemberian antibiotik dan resusitasi cairan
Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif
2016-03-01 00:00:00
application/pdf
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/view/11864
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia); Vol 8, No 1 (2016): JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
eng
Copyright (c) 2016 JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
oai:ojs.ejournal.undip.ac.id:article/22428
2023-11-28T02:39:07Z
janesti:TPK
nmb a2200000Iu 4500
"181101 2018 eng "
2089-970X
2337-5124
dc
Penilaian Praoperasi Bedah Jantung
Kusuma, Donni Indra
RSUD KRMT Wongsonegoro; Semarang
Jatmiko, Heru Dwi
Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif; Fakultas Kedokteran; Universitas Diponegoro/ RSUP Dr. Kariadi; Semarang https://scholar.google.co.id/citations?user=31syvlEAAAAJ&hl=id&oi=ao
Array
Meskipun perkembangan ilmu kedokteran mengenai patofisiologi penyakit kardiovaskular sudah berkembang, namun penyakit ini tetap menjadi penyebab kematian terbanyak di seluruh dunia. Bedah jantung menawarkan potensi yang cukup menguntungkan bagi sebagian besar pasien. Berbagai macam cara dilakukan untuk mengoptimalkan hasil dari bedah jantung dan menurunkan tingkat mortalitas pascaoperasi. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah penilaian praoperasi pasien sebelum melakukan bedah jantung. Penilaian praoperasi pasien yang akan dilakukan operasi jantung meliputi empat hal utama, yaitu anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan kardiologi.Penilaian risiko diperlukan oleh dokter anestesi untuk menilai faktor-faktor risiko yang dimiliki pasien dan bagaimana pengaruhnya dengan tingkat mortalitas pasien apabila dilakukan operasi jantung. Sistem penilaian yang sering digunakan antara lain indeks risiko jantung praoperasi dari Detsky, sistem penilaian European System for Cardiac Operative Risk Evaluation (EuroSCORE), dan Cardiac Anaesthesia Risk Evaluation Score (CARE). American College of Cardiology (ACC) dan American Heart Association (AHA) menyusun sebuah algoritme mengenai pendekatan dalam pemeriksaan jantung praoperasi. Algoritme ini membantu dokter dalam memberikan informed consent dan sebagai panduan dalam manajemen perioperatif untuk meminimalkan risiko.
Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif
2018-11-01 00:00:00
application/pdf
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/view/22428
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia); Vol 10, No 3 (2018): JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
eng
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/download/22428/61802
Copyright (c) 2018 JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
oai:ojs.ejournal.undip.ac.id:article/49464
2023-11-28T02:35:08Z
janesti:TPK
nmb a2200000Iu 4500
"230331 2023 eng "
2089-970X
2337-5124
dc
Injuri Ginjal Akut Akibat Sepsis pada Pasien di ICU
Maskoen, Tinni Trihartini
Departemen Anestesiologi and Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Universitas Padjadjaran, Bandung|Universitas Padjadjaran http://www.unpad.ac.id
Akbar, Diki
Departemen Anestesiologi and Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Universitas Padjadjaran, Bandung|Universitas Padjadjaran
Array
Acute kidney injury (AKI) merupakan suatu sindroma klinis akibat penurunan fungsi ginjal. AKI merupakan salah satu komplikasi yang paling sering terjadi pada pasien kritis. 50% pasien di intensive care unit (ICU) bisa mengalami terjadinya AKI dan 13,5% memerlukan terapi pengganti ginjal.
Pasien AKI mempunyai risiko kematian meningkat tiga kali lipat, risiko terjadinya chronic kidney dieseses tujuh kali lipat, dan risiko terjadinya end state renal diseases 22 kali lipat.
Kriteria diagnosis dari risk injury failure lost and end-stage kidney disease (RIFLE), acute kidney injury network (AKIN), dan kidney disease improving global (KDIGO) digunakan untuk mendiagnosis AKI di ICU. Ketiga kriteria ini menggunakan parameter serum kreatinin, dan urine output. Selain itu untuk mendiagnosis AKI di ICU juga digunakan beberapa pencitraan seperti ultrasonografi.
Pengelolaan AKI di ICU meliputi terapi nondialisis dan terapi pengganti ginjal. Terapi non dialisis adalah diuretik, mempertahankan keseimbangan cairan, asam basa, elektrolit dan nutrisi. Terapi pengganti ginjal meliputi beberapa modalitas seperti chronic renal replacement therapy, intermitten hemo dialysis, slow low extended dialysis, and peritoneal dialysis. Pada pasien di ICU, continous renal replacement therapy merupakan modalitas utama.
Pada pasien kritis di ICU dengan AKI mempunyai prognosis yang buruk sehingga merupakan masalah besar. Pemahaman yang lebih baik dalam diagnosis dan pengelolaan secara dini dan tepat merupakan pendekatan utama untuk memperbaiki luaran pasien.
Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif
2023-03-31 00:00:00
application/pdf
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/view/49464
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia); Vol 15, No 1 (2023): JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
eng
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/download/49464/181974
Copyright (c) 2021 JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
oai:ojs.ejournal.undip.ac.id:article/20353
2018-09-18T12:05:05Z
janesti:TPK
oai:ojs.ejournal.undip.ac.id:article/6425
2023-11-28T02:46:21Z
janesti:TPK
nmb a2200000Iu 4500
"121101 2012 eng "
2089-970X
2337-5124
dc
Anestesi pada Pediatrik dengan Kelainan Porfiria Herediter
Rukmana, Agus
Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro/ RSUP Dr. Kariadi,
Semarang
Arifin, Johan
Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro/ RSUP Dr. Kariadi,
Semarang https://scholar.google.co.id/citations?user=B2qcqUAAAAAJ&hl=en
Array
Pasien dengan porfiria terjadi perubahan biologi yang penting diketahui berkaitan dengan penggunaan oksigen, transportasi, bentuk dan penyimpanan. Jalur sintetis yang terlibat dalam produksi porfirin kompleks dan melibatkan banyak enzim. Defek pada salah satu hasil enzim dalam akumulasi perantara sebelumnya menghasilkan satu bentuk atau bentuk lain dari penyakit yang dikenal sebagai porfiria.
Empat jenis dari porfiria herediter diklasifikasikan sebagai porfiria akut. Cacat enzimatik mengakibatkan akumulasi prekursor porfirin (biasanya ALA dan PGB). Jumlah prekursor ini mungkin normal atau sedikit meningkat pada periode laten tetapi peningkatan selama krisis porphyric dapat menyebabkan bahaya pada tubuh. Induksi iatrogenik dari sintetase ALA dengan pemberian pemicu tertentu (barbiturat) hanya salah satu dari beberapa faktor yang berkontribusi terhadap krisis porphyric. Tanda dan gejala serangan porphyric akut terutama terdiri dari disfungsi neurologis, yang terjadi sekunder pada neurotoksisitas ALA atau berkurang tingkat heme intraneuronal.
Setiap pasien yang dicurigai porfiria membutuhkan anamnesa yang teliti mengenai riwayat penyakit, termasuk riwayat keluarga dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh, termasuk penilaian neurologis. Titk berat perhatian khusus pada ada atau tidak adanya neuropati perifer dan ketidakstabilan otonom.
Manajemen anestesi pada porfiria membutuhkan pengetahuan tentang jenis porfiria (akut vs non-akut), penilaian laten dibandingkan aktif (fase krisis), kesadaran gambaran klinis serangan porphyric, dan pengetahuan tentang intervensi farmakologis yang aman.
Persiapan pra operasi pada pasien dengan porphyric meliputi penilaian keseimbangan cairan elektrolit dan status. Teknik anestesi dapat dilakukan regional ataupun anestesi umum tergantung pada kondisi pasien. Premedikasi, teknik anestesi, induksi, pemeliharaan dan pasca anestesi harus yang cukup aman bagi pasien.
Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif
2012-11-01 00:00:00
application/pdf
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/view/6425
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia); Vol 4, No 3 (2012): JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
eng
Copyright (c) 2012 JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
oai:ojs.ejournal.undip.ac.id:article/6562
2023-11-28T02:59:08Z
janesti:TPK
nmb a2200000Iu 4500
"091101 2009 eng "
2089-970X
2337-5124
dc
Jarum Spinal dan Pengaruh yang Mungkin Terjadi
Winarno, Igun
Sutiyono, Doso
Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro/ RSUP Dr. Kariadi
Semarang https://scholar.google.co.id/citations?view_op=list_works&hl=id&user=nnuvtS0AAAAJ
Array
Tingkat keberhasilan teknik spinal anestesi ditentukan oleh banyak faktor, diantaranya : dosis obat, volume, posisi pasien serta komplikasi yang mungkin ditimbulkan. Efek yang ditimbulkan bisa berkaitan dengan farmakologis obat, fisiologi tubuh, teknis dan peralatan yang digunakan, terutama jarum spinal. Efek samping spinal anestesi diantaranya, hipotensi, bradikardi, hematome, luka tempat tusukan, perdarahan, infeksi, trauma medula spinalis dan kejadian nyeri kepala pasca anestesi spinal. Perkembangan penggunaan jarum spinal dimulai sejak lama sampai sekarang, hal ini berkaitan dengan penyebaran obat yang dimungkinkan terjadi, kemudahan penyebaran obat, robeknya jaringan subarakhnoid, keluarnya LCS dan kejadian post dural punctum headeche (PDPH). Seiring perkembangan kemajuan jenis jarum spinal, telah banyak dikoreksi segala kekurangan untuk memberikan hasil teknik spinal anestesi yang lebih baik.
Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif
2009-11-01 00:00:00
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/view/6562
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia); Vol 1, No 3 (2009): JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
eng
Copyright (c) 2009 JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
oai:ojs.ejournal.undip.ac.id:article/19842
2023-11-28T02:41:27Z
janesti:TPK
nmb a2200000Iu 4500
"171101 2017 eng "
2089-970X
2337-5124
dc
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Migrasi Kateter Epidural
Purnomo, Heri Dwi
Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Univeritas Sebelas Maret/ RSUD Dr. Moewardi
Surakarta
Rusman, Rio
Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Univeritas Sebelas Maret/ RSUD Dr. Moewardi
Surakarta
Array
Epidural kontinyu saat ini merupakan salah satu satu tekhnik regional anestesia yang mulai sering digunakan dalam praktek anesthesia sehari-hari. Dapat digunakan untuk anestesia tunggal dalam pembedahan, adjuvan anestesia umum, manajemen nyeri paska operasi serta menajemen nyeri kronis pada pasien keganasan.
Salah satu permasalahan yang banyak dihadapi pada prosedur epidural kontinyu adalah kejadian migrasi kateter epidural keluar dari ruang epidural. Kateter pada awalnya telah berada di rongga epidural dan telah dikonfirmasi dengan teknik Loss of Resistence (LOR), hanging drop, ataupun dengan bantuan ultrasonografi. Karena pengaruh berbagai faktor, kateter epidural dapat berpindah dari tempat yang seharusnya. Hal ini tentu saja dapat mempengaruhi efektivitas anestesia dari epidural itu sendiri, serta dapat berakibat fatal bila obat lokal anestesi dalam jumlah tertentu masuk ke ruang lainnya melalui kateter yang telah bergeser ke ruang subarachnoid, intravaskuler, atau ruang subdural.
Berbagai penyebab terjadinya migrasi kateter antara lain karena adanya perubahan posisi waktu pemasangan maupun aktifitas pasien, meningkatnya tekanan ruang epidural Oleh karena itu penting bagi seorang anestesiologi untuk mengetahui apa saja faktor-faktor yang bisa meningkatkan resiko migrasi kateter epidural dan bagaimana cara mencegahnya serta mengatasi komplikasi yang mungkin timbul.
Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif
2017-11-01 00:00:00
application/pdf
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/view/19842
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia); Vol 9, No 3 (2017): JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
eng
Copyright (c) 2017 (JAI) Jurnal Anestesiologi Indonesia
oai:ojs.ejournal.undip.ac.id:article/40735
2023-11-28T02:36:11Z
janesti:TPK
nmb a2200000Iu 4500
"220331 2022 eng "
2089-970X
2337-5124
dc
Asesmen Nyeri pada Pasien di Akhir Kehidupan
Wijaya, Indriyani
Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Keperawatan dan Kesehatan Masyarakat, Universitas Gadjah Mada/ RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
Mahmud, Mahmud
Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Keperawatan dan Kesehatan Masyarakat, Universitas Gadjah Mada/ RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
Array
Meringankan gejala-gejala menyedihkan pada akhir kehidupan (end of life) adalah bagian mendasar dari kodrat manusia untuk menjalani “kematian yang baik” (“good death”). Salah satu gejala tersebut adalah nyeri. Sayangnya, hampir separuh dari nyeri yang dirasakan pasien – pasien ini tidak dapat dikendalikan dengan baik dan pasien meninggal dalam keadaan masih merasakan nyeri. Manajemen / kontrol nyeri dengan baik dimulai dari asesmen / penilaian nyeri yang tepat. Namun, asesmen / menilai nyeri pada pasien di akhir kehidupan memberi tantangan tersendiri. Pada pasien di akhir kehidupan, persepsi nyeri dapat dipengaruhi oleh banyak faktor (dikenal dengan konsep total pain) sehingga seringkali nyeri tidak selalu berkorelasi dengan keparahan penyakit itu sendiri. Pada pasien di akhir kehidupan, kemampuan komunikasi untuk menyampaikan keluhan seringkali terbatas. Mengingat kompleksitas nyeri yang dialami pasien di akhir kehidupan, sampai saat ini belum disepakati tools penilaian nyeri (skoring atau skala nyeri) universal yang dapat diterapkan untuk semua pasien di akhir kehidupan. Meskipun demikian, brief pain inventory (BPI) dan numeric rating scale (NRS) masih menjadi ang paling sering dipakai dan direkomendasikan untuk pasien yang komunikatif. Sedangkan yang tidak komunikatif atau dengan gangguan kognitif dapat menggunakan rotterdam elderly pain observation scale (REPOS) dan pain assessment in advanced dementia tool (PAINAID) atau face, legs, activity, cry, and consolability (FLACC) untuk pasien pediatri. Dalam memilih tools penilaian nyeri, penekanan ditujukan pada pemilihan tools yang valid, reliable, user friendly, dan relevan dengan praktik klinis terkini serta konsistensi menggunakan tools yang sama untuk memudahkan penilaian berkala.
Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif
2022-03-31 00:00:00
application/pdf
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/view/40735
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia); Vol 14, No 1 (2022): JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
eng
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/download/40735/151420
Copyright (c) 2022 JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
oai:ojs.ejournal.undip.ac.id:article/19824
2018-08-23T08:19:16Z
janesti:TPK
oai:ojs.ejournal.undip.ac.id:article/6297
2023-11-28T02:59:38Z
janesti:TPK
nmb a2200000Iu 4500
2089-970X
2337-5124
dc
Neurotransmitter Dalam Fisiologi Saraf Otonom
Cahyono, Iwan Dwi
Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro/ RSUP Dr. Kariadi
Semarang
Sasongko, Himawan
Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro/ RSUP Dr. Kariadi
Semarang https://scholar.google.co.id/citations?user=vgaAtucAAAAJ&hl=id
Primatika, Aria Dian
Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro/ RSUP Dr. Kariadi
Semarang https://scholar.google.co.id/citations?view_op=list_works&hl=id&user=Mi7iJzcAAAAJ
Array
Sistem saraf otonom terdiri dari dua subsistem yaitu sistem saraf simpatis dan sistem saraf parasimpatis yang kerjanya saling berlawanan. Memahami anatomi dan fisiologi sistem saraf otonom berguna memperkirakan efek farmakologi obat-obatan baik pada sistem saraf simpatis maupun parasimpatis.
Sistem saraf simpatis dimulai dari medula spinalis segmen torakolumbal. Saraf dari sistem saraf parasimpatis meninggalkan sistem saraf pusat melalui saraf-saraf kranial III, VII, IX dan X serta saraf sakral spinal kedua dan ketiga; kadangkala saraf sakral pertama dan keempat. Kira-kira 75% dari seluruh serabut saraf parasimpatis didominasi oleh nervus vagus (saraf kranial X). Sistem saraf simpatis dan parasimpatis selalu aktif dan aktivitas basalnya diatur oleh tonus simpatis atau tonus parasimpatis. Nilai tonus ini yang menyebabkan perubahan-perubahan aktivitas pada organ yang dipersarafinya baik peningkatan maupun penurunan aktivitas.
Refleks otonom adalah refleks yang mengatur organ viseral meliputi refleks otonom kardiovaskular, refleks otonom gastrointestinal, refleks seksual, refleks otonom lainnya meliputi refleks yang membantu pengaturan sekresi kelenjar pankreas, pengosongan kandung empedu, ekskresi urin pada ginjal, berkeringat, konsentrasi glukosa darah dan sebagian besar fungsi viseral lainnya.
Sistem parasimpatis biasanya menyebabkan respon setempat yang spesifik, berbeda dengan respon yang umum dari sistem simpatis terhadap pelepasan impuls secara masal, maka fungsi pengaturan sistem parasimpatis sepertinya jauh lebih spesifik.
Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif
2009-03-01 00:00:00
application/pdf
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/view/6297
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia); Vol 1, No 1 (2009): JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
eng
Copyright (c) 2009 JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
oai:ojs.ejournal.undip.ac.id:article/6465
2023-11-28T02:48:16Z
janesti:TPK
nmb a2200000Iu 4500
"100701 2010 eng "
2089-970X
2337-5124
dc
Pengelolaan Cairan Pediatrik
Kisara, Aditya
Satoto, Hariyo
Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro/ RSUP Dr. Kariadi
Semarang https://scholar.google.co.id/citations?view_op=list_works&hl=id&user=K03jnVoAAAAJ
Arifin, Johan
Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro/ RSUP Dr. Kariadi
Semarang https://scholar.google.co.id/citations?user=B2qcqUAAAAAJ&hl=en
Array
Pemberian cairan pada anak berbeda dengan pemberian cairan pada dewasa. fisiologi dari cairan tubuh, ginjal dan kardiovaskuler yang berbeda dari orang dewasa mempengaruhi jenis cairan yang diberikan pada anak. Untuk memudahkan menghitug jumlah kebutuhan cairan rumatan pada anak dapat digunakan rumus dari Holliday dan Segar. Kebutuhan cairan rumatan harus ditambah pada anak dengan demam keringat yang banyak dan status hipermetabolik. Pada anak yang akan mejalani operasi, perlu diberikan cairan pengganti puasa. Semua cairan yang hilang selama operasi harus diganti dengan cairan isotonik kristaloid, koloid atau produk darah.
Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif
2010-07-01 00:00:00
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/view/6465
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia); Vol 2, No 2 (2010): JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
eng
Copyright (c) 2010 JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
oai:ojs.ejournal.undip.ac.id:article/30041
2023-11-28T02:37:46Z
janesti:TPK
nmb a2200000Iu 4500
"200701 2020 eng "
2089-970X
2337-5124
dc
Penatalaksanaan Anestesi pada Bedah Pintas Arteri Koroner Off-Pump
Supradnyawati, Ni Made
KSM Anestesi dan Terapi Intensif RSUP Fatmawati, Jakarta|KSM Anestesi dan Terapi Intensif RSUP Fatmawati
Hadinata, Yudi
SMF Anestesi dan Perawatan Intensif Pascabedah, Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, Jakarta|Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita
Array
Penyakit jantung koroner merupakan penyebab kematian terbanyak di dunia. Menurut kriteria American Heart Association (AHA) tahun 2017, lebih dari 360.000 kematian di Amerika disebabkan oleh penyakit jantung koroner setiap tahunnya. Bedah pintas arteri koroner merupakan prosedur standar tatalaksana revaskularisasi pasien dengan penyakit tiga pembuluh darah arteri koroner atau pembuluh darah arteri koroner utama kiri. Sebanyak 400.000 prosedur bedah pintas arteri koroner dilakukan di Amerika setiap tahunnya. Bedah pintas arteri koroner ini mulai dikenal sejak tahun 1950. Pada tahun 1970 hampir semua prosedur bedah pintas arteri koroner menggunakan cairan kardioplegia untuk menghentikan jantung dan mesin pintas jantung paru. Pada pertengahan tahun 1990, diperkenalkan teknik bedah pintas arteri koroner off-pump. Teknik ini memungkinkan dokter bedah melakukan anastomosis arteri koroner pada jantung yang berdetak tanpa menggunakan mesin pintas jantung paru. Tujuannya adalah untuk menghindari respons inflamasi akibat penggunaan mesin pintas jantung paru serta mengurangi risiko yang timbul akibat manipulasi aorta. Pada tahun 2002, hampir 25% bedah pintas arteri koroner di Amerika dilakukan secara off-pump. Oleh karena itu, dokter anestesi memiliki peranan penting dalam menjaga stabilitas sirkulasi selama manipulasi berlangsung, membantu pemulihan dan mobilisasi dini, menurunkan morbiditas dan mortalitas, serta mampu mengurangi biaya prosedur.
Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif
2020-07-01 00:00:00
application/pdf
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/view/30041
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia); Vol 12, No 2 (2020): JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
eng
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/download/30041/87568
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/download/30041/97249
Copyright (c) 2020 JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
oai:ojs.ejournal.undip.ac.id:article/19756
2018-08-06T13:04:07Z
janesti:TPK
oai:ojs.ejournal.undip.ac.id:article/6453
2023-11-28T02:47:43Z
janesti:TPK
nmb a2200000Iu 4500
"110301 2011 eng "
2089-970X
2337-5124
dc
Pengaruh Anestesi Epidural Terhadap Supresi Imun Yang Diinduksi Stres Operasi Selama Pembedahan
Yudhowibowo, Ifar Irianto
Sutiyono, Doso
Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro/ RSUP Dr. Kariadi
Semarang https://scholar.google.co.id/citations?view_op=list_works&hl=id&user=nnuvtS0AAAAJ
Villyastuti, Yulia Wahyu
Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro/ RSUP Dr. Kariadi
Semarang https://scholar.google.co.id/citations?user=2VivcB8AAAAJ&hl=en&oi=ao
Array
Operasi besar berhubungan dengan disfungsi sistem kekebalan tubuh bawaan. Baru-baru ini, dibuktikan bahwa stres akibat pembedahan dapat dengan cepat menginduksi penurunan respon sementara dari darah terhadap endotoksin sejak 2 jam setelah insisi dan bahwa IL-10 plasmayang meningkat selama pembedahan, berperan dalam penurunan respon ini. Telah dilaporkan bahwa anestesi epidural memiliki efek menguntungkan pada reaksi imunitas dan respon terhadap stres akibat pembedahan. Beberapa peneliti telah melaporkan bahwa anestesi epidural mempertahankan aktivitas sel NK dan mengurangi respon stres pada pasien yang menjalani histerektomi. Blok epidural dari segmen dermatom T4 sampai S5, dimulai sebelum pembedahan, mencegah peningkatan konsentrasi kortisol dan glukosa pada histerektomi. Teknik anestesi regional untuk operasi besar dapat mengurangi pelepasan kortisol, adrenalin (epinefrin) dan hormon lain, namun memiliki pengaruh kecil pada respon sitokin. Penelitian terbaru (kawasaki et al.,2007) menunjukkan bahwa sistem kekebalan tubuh bawaan, misalnya fagositosis, ditekan oleh stres akibat pembedahan dan bahwa anestesi epidural tidak mampu mencegah penurunan respon kekebalan tubuh ini selama operasi perut bagian atas.
Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif
2011-03-01 00:00:00
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/view/6453
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia); Vol 3, No 1 (2011): JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
eng
Copyright (c) 2011 JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
oai:ojs.ejournal.undip.ac.id:article/20003
2023-11-28T02:41:42Z
janesti:TPK
nmb a2200000Iu 4500
"170701 2017 eng "
2089-970X
2337-5124
dc
Strategi Proteksi Serebral Untuk Operasi Rekonstruksi Arkus Aorta
Irwanto, Fredi Heru
Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif/ RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang
Yuliansyah, Rudy
Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif, Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta
Koto, Chairil Gani
Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif, Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta
Array
Intervensi pembedahan pada pada rekonstruksi arkus aorta menyebabkan perubahan pada aliran darah ke otak yang bersifat temporer. Pasien yang menjalani ini memiliki resiko yang tinggi terhadap kelainan neurologis. Proteksi serebral harus menjadi implikasi utama pada pasien-pasien yang menjalani prosedur ini. Hipotermia mengurangi aliran darah ke otak dan menurunkan laju metabolisme oksigen di otak. Perfusi cerebral retrograde biasanya diaplikasikan bersama dengan teknik hipotermia. Perfusi cerebral antegrade secara teoritis lebih fisiologis dibanding metode hipotermia dan perfusi retrograde. Perfusi antegrade memberikan waktu proteksi yang lebih panjang dan bermafaat untuk prosedur yang komplek.
Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif
2017-07-01 00:00:00
application/pdf
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/view/20003
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia); Vol 9, No 2 (2017): JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
eng
Copyright (c) 2017 (JAI) Jurnal Anestesiologi Indonesia
oai:ojs.ejournal.undip.ac.id:article/23934
2023-11-28T02:38:53Z
janesti:TPK
nmb a2200000Iu 4500
"190301 2019 eng "
2089-970X
2337-5124
dc
Anestesi Regional pada Pasien dengan Penyakit Jantung/ Hemodinamik Tidak Stabil
Nurcahyo, Widya Istanto
Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif; Fakultas Kedokteran; Universitas Diponegoro; Semarang https://scholar.google.co.id/citations?view_op=list_works&hl=id&user=oiyzCsUAAAAJ
Array
Pembiusan pasien dengan penyakit jantung sebelumnya merupakan tantangan yang menarik. Penyebab paling umum morbiditas dan mortalitas perioperatif pada pasien jantung adalah penyakit jantung iskemik (PJI). Goldman dkk. melaporkan bahwa 500.000 hingga 900.000 infark miokard terjadi setiap tahun di seluruh dunia dengan mortalitas 10-25%. Keputusan untuk menggunakan anestesi regional tergantung pada banyak faktor. Karakteristik pasien, jenis operasi yang direncanakan, dan potensi risiko anestesi semuanya akan berdampak pada pilihan anestesi dan manajemen perioperatif.
Kerugian dari anestesi regional termasuk hipotensi dari blokade simpatis yang tidak terkendali dan kebutuhan untuk loading volume dapat menyebabkan iskemia. Pemberian anetesi lokal dalam dosis besar juga harus mempertimbangkan risiko toksisitas depresi miokard. Pada pasien dengan penyakit kardiovaskular, teknik anestesi regional (baik tunggal atau dengan anestesi umum) bermanfaat perioperatif dalam mengurangi respon stres, simpatektomi jantung, ekstubasi lebih awal, lama rawat di rumah sakit lebih pendek, dan analgesia pascaoperasi yang baik. Selain jenis operasi yang dilakukan, dalam pelaksanaannya juga harus mempertimbangkan masalah yang ada pada masing-masing pasien. Anestesi umum juga memberikan peranan penting karena bersifat kardioprotektif dan dapat meningkatkan suplai oksigen. Keputusan untuk menggunakan anestesi regional harus dilakukan dengan hati-hati dan dilakukan dengan pemantauan yang tepat.
Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif
2019-03-01 00:00:00
application/pdf
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/view/23934
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia); Vol 11, No 1 (2019): JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
eng
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/download/23934/67412
Copyright (c) 2019 JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
oai:ojs.ejournal.undip.ac.id:article/9161
2018-01-17T16:01:35Z
janesti:TPK
oai:ojs.ejournal.undip.ac.id:article/20356
2018-10-01T13:20:19Z
janesti:TPK
oai:ojs.ejournal.undip.ac.id:article/6436
2023-11-28T02:46:56Z
janesti:TPK
nmb a2200000Iu 4500
"120301 2012 eng "
2089-970X
2337-5124
dc
Perkembangan Sirkuit Anestesi
Nugroho, Taufik Eko
Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro/ RSUP Dr. Kariadi
Semarang https://scholar.google.co.id/citations?user=1n8-9xUAAAAJ&hl=id
Sasongko, Himawan
Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro/ RSUP Dr. Kariadi
Semarang https://scholar.google.co.id/citations?user=vgaAtucAAAAJ&hl=id
Soenarjo, Soenarjo
Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro/ RSUP Dr. Kariadi
Semarang
Array
Bagi seorang ahli anestesi, pemahaman terhadap fungsi dari sistem penghantaran anestesi ini sangatlah penting. Berdasarkan fakta dari data American Society of Anesthesiologists (ASA), Caplan menemukan bahwa meskipun tuntutan dari pasien terhadap kesalahan dari sistem penghantaran anestesi jarang terjadi, akan tetapi ketika itu terjadi maka akan menjadi suatu masalah yang besar, yang sering mengakibatkan kematian atau kerusakan otak yang menetap. Sirkuit anestesi atau dikenal dengan sistem pernafasan merupakan sistem yang berfungsi menghantarkan oksigen dan gas anestesi dari mesin anestesi kepada pasien yang dioperasi. Sirkuit anestesi merupakan suatu pipa/tabung yang merupakan perpanjangan dari saluran pernafasan atas pasien. Sirkuit anestesi diklasifikasikan sebagai rebreathing dan non-rebreathing berdasarkan ada tidaknya udara ekspirasi yang dihirup kembali. Sirkuit ini juga diklasifi kasikan sebagai open, semi open, semi closed dan closed berdasarkan ada tidaknya (1) reservoir bag, (2) udara ekspirasi yang dihirup kembali (rebreathing exhaled gas), (3) komponen untuk menyerap korbondioksia ekspirasi serta (CO2 absorber) (4) katup satu arah.
Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif
2012-03-01 00:00:00
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/view/6436
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia); Vol 4, No 1 (2012): JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
eng
Copyright (c) 2014 JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
oai:ojs.ejournal.undip.ac.id:article/6563
2023-11-28T02:59:08Z
janesti:TPK
nmb a2200000Iu 4500
"091101 2009 eng "
2089-970X
2337-5124
dc
Pengelolaan Intoksikasi Bupivakain
Rindarto, Rindarto
Sutiyono, Doso
Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro/ RSUP Dr. Kariadi
Semarang https://scholar.google.co.id/citations?view_op=list_works&hl=id&user=nnuvtS0AAAAJ
Array
Intoksikasi bupivakain merupakan komplikasi pemakaian anestesi lokal yang paling ditakuti, karena penanganannya yang sulit. Pengelolaan intoksikasi bupivakain dimulai dengan mengenali gejala awalnya, semakin awal gejala dikenali dan semakin cepat dilakukan pengelolaan akan memberikan prognosa yang lebih baik. Pengelolaan intoksikasi bupivakain meliputi penguasaan jalan nafas untuk menghindari hipoksia dan asidosis yang akan memperberat intoksikasi, standar ACLS agar sirkulasi tetap berjalan dan pemakaian emulsi lipid untuk mengeliminasi efek toksik dari bupivakain.
Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif
2009-11-01 00:00:00
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/view/6563
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia); Vol 1, No 3 (2009): JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
eng
Copyright (c) 2009 JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
oai:ojs.ejournal.undip.ac.id:article/20707
2023-11-28T02:39:54Z
janesti:TPK
nmb a2200000Iu 4500
"180301 2018 eng "
2089-970X
2337-5124
dc
Aplikasi klinis Continous Interscalene Block
Basuki, Djujuk R
Bagian Anestesiologi dan Reanimasi; Fakultas Kedokteran; Universitas Brawijaya
Array
Blok pleksus brakialis dimulai oleh Ansbro pada tahun 1946. Pada tahun 1999, Boezaart mempublikasi tehnik baru yaitu continuous interscalene block. Sebagian besar metode ini memiliki kendala pada penempatan kateter yang tidak akurat atau dislokasi kateter. Continous Interscalene Block (CISB) adalah blok plexus brachial proximal di leher yang dapat dilakukan melalui pendekatan anterior atau posterior. Pendekatan anterior disebut juga True Continous Interscalene Block dan pendekatan posterior dikenal sebagai continous Cervikal Paravertebral Block. CISB diindikasikan untuk setelah pembedahan mayor bahu, clavicula lateral, acromiocalvicular join dan proksimal humerus serta juga dapat digunakan untuk terapi nyeri kronik ekstremitas atas. Komplikasi Continous Interscalene Block (CISB) mirip dengan single ISB injeksi, meskipun insiden paralisis diafragma akibat blok nervus frenicus telah dilaporkan secara signikan berkurang.
Dalam praktik rutin, interscalene blok dapat menggunakan bolus awal 10-15 ml obat anastesi lokal seperti rovipacaine 0,2-0,75 %. Konsentrasi yang digunakan tergantung pada faktor pasien, tujuan blok (analgesia atau anestesia), dan ada tidanya kateter. Jika terdapat kateter, dosis bolus awal bisa dikurangi dan anastesi lokal tambahan bisa disuntikkan melalui kateter. Infus kontinyu rovipacaine 0,2 % 4-10 ml/ jam dapat digunakan untuk analgesia pasca operasi. Penggunaan infus kontinyu bupivacaine 0,125 % dengan kecepatan 0,125 ml/kg per jam juga dapat mengatasi nyeri secara efisien. Dibandingkan dengan teknik kontinyu, teknik PCRA (Patient control regional analgesia) dengan infus basal rendah 5 ml/jam bupivacaine ditambah dengan bolus kecil PCA 2,5 ml/30 menit dapat memberikan kontrol nyeri yang efisien, tetapi konsumsi lokal anastesi berkurang 37 % dan efek sampingnya rendah.
Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif
2018-03-01 00:00:00
application/pdf
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/view/20707
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia); Vol 10, No 1 (2018): JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
eng
Copyright (c) 2018 JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
oai:ojs.ejournal.undip.ac.id:article/42572
2023-11-28T02:36:11Z
janesti:TPK
nmb a2200000Iu 4500
"220331 2022 eng "
2089-970X
2337-5124
dc
Lama Perawatan dan Skor Nyeri Pascaoperasi pada Pasien Kraniotomi Elektif dengan Protokol Enhanced Recovery after Surgery (ERAS): Laporan Kasus Berbasis Bukti
Firdaus, Riyadh
Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jakarta|Universitas Indonesia
Jamilah, Novi
Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jakarta|Universitas Indonesia
Friansyah, Moch Yasin
Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jakarta|Universitas Indonesia
Theresia, Sandy
Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jakarta|Universitas Indonesia
Array
Latar belakang: Kraniotomi merupakan salah satu tindakan bedah saraf dengan insidensi nyeri pascaoperasi yang tinggi. Kraniotomi menimbulkan nyeri yang berat pada 90% pasien dengan kejadian tersering dalam 48 jam setelah dilakukan tindakan dan 30% diantaranya mengalami nyeri kepala kronik. Oleh karena itu, dibutuhkan manajemen perioperatif yang adekuat untuk meningkatkan pemulihan pasien pascaoperasi, salah satunya dengan penerapan protokol enhanced recovery after surgery (ERAS).
Tujuan: Mengetahui pengaruh protokol ERAS terhadap lama perawatan dan skor nyeri pascaoperasi pada pasien yang menjalani kraniotomi elektif.
Metode: Pencarian literatur dilakukan pada 5 pusat data yaitu PubMed, Cochrane, Proquest, Scopus, dan Science Direct dengan menggunakan kata kunci enhanced recovery after surgery (ERAS), craniotomy, length of stay, dan pain scale. Artikel terpilih dilakukan telaah kritis menggunakan formulir dari Oxford Centre for Evidence-Based Medicine.
Hasil: Berdasarkan 3 artikel terpilih, yaitu 2 studi randomized control trial (RCT) dan 1 studi prospektif non-RCT, didapatkan bahwa protokol ERAS dapat menurunkan lama perawatan dan skor nyeri pascaoperasi pada pasien kraniotomi elektif. Studi pertama menyatakan bahwa terdapat perbedaan siginifikan lama perawatan di intensive care unit (ICU) pada kelompok ERAS dengan nilai absolute risk reduction (ARR) = 25,02 dan number needed to treat (NNT) = 4 (p = 0,003; 95% CI 2,1 - 51,2). Studi kedua menyatakan bahwa terdapat perbedaan skor nyeri yang bermakna antara kelompok ERAS dan konvensional dengan nilai p < 0,0001 dan 95% CI 3,51–15,99. Studi ketiga menyatakan terdapat penurunan total lama hari perawatan dengan median 13 hari pada kelompok konvensional dibandingkan 10 hari pada kelompok ERAS (p = 0,004).
Kesimpulan: Penerapan protokol ERAS terbukti efektif dalam menurunkan lama perawatan dan skor nyeri pascaoperasi pada pasien yang menjalani kraniotomi elektif. Namun dibutuhkan penelitian multisenter dengan jumlah subjek penelitian yang lebih banyak untuk mengevaluasi efikasi dan keamanan penerapan protokol ERAS pada kraniotomi.
Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif
2022-03-31 00:00:00
application/pdf
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/view/42572
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia); Vol 14, No 1 (2022): JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
eng
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/download/42572/0
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/download/42572/131180
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/download/42572/151421
Copyright (c) 2022 JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
oai:ojs.ejournal.undip.ac.id:article/19876
2018-09-12T13:39:32Z
janesti:TPK
oai:ojs.ejournal.undip.ac.id:article/6295
2023-11-28T02:59:23Z
janesti:TPK
nmb a2200000Iu 4500
"090701 2009 eng "
2089-970X
2337-5124
dc
Pemantauan Tekanan Intra Kranial
Winarno, Igun
Harahap, Mohamad Sofyan
Departemen Anestesiolgoi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro/ RSUP Dr. Kariadi
Semarang https://scholar.google.co.id/citations?user=n6QTGGUAAAAJ&hl=id
Array
Penanganan penderita dengan peningkatan tekanan intra kranial di mulai dengan memonitor tekanannya sendiri baik dengan cara invasive maupun non invasive, kemudian dengan pengelolaan secara bedah dan non bedah. Pengelolaan dibidang anestesi sangat berperan untuk menurunkan tekanan intra kranial yaitu dimulai dengan menjaga jalan nafas, menjaga kestabilan emosi penderita dengan obat-obat sedasi dan anelgetik, penggunaan obat -obatan dan agent inhalasi yang tidak mempengaruhi tekanan intra kranial serta mengatasi efek yang timbul kemudian.
Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif
2009-07-01 00:00:00
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/view/6295
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia); Vol 1, No 2 (2009): JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
eng
Copyright (c) 2009 JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
oai:ojs.ejournal.undip.ac.id:article/6466
2023-11-28T02:48:16Z
janesti:TPK
nmb a2200000Iu 4500
"100701 2010 eng "
2089-970X
2337-5124
dc
Penggunaan Sedasi dan Pelumpuh Otot di Unit Rawat Intensif
Istanto, Tatag
Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro/ RSUP Dr. Kariadi
Semarang https://scholar.google.co.id/citations?user=yIoZE2gAAAAJ&hl=id
Pujo, Jati Listiyanto
Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro/ RSUP Dr. Kariadi
Semarang https://scholar.google.co.id/citations?view_op=list_works&hl=id&user=RrIo0jwAAAAJ
Soesilowati, Danu
Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro/ RSUP Dr. Kariadi
Semarang https://scholar.google.co.id/citations?view_op=list_works&hl=id&user=vB5AdB8AAAAJ
Array
Sedasi sebaiknya diberikan pada pasien dengan penyakit kritis yang dirawat di ICU, hal ini digunakan untuk mengurangi kecemasan pasien mengurangi kecemasan pasien terhadap tindakan invasif, monitoring dan pengobatan, mengurangi kebutuhan oksigen dengan mengurangi aktivitas pasien dan menimbulkan efek amnesia terhadap perawatan di ICU. Pelumpuh otot jarang digunakan di ICU karena biasanya sedasi saja sudah mencukupi untuk menenangkan pasien dan memberikan kenyamanan pasien dengan ventilasi mekanik. Penggunaan sedasi yang terlalu berlebihan atau telalu sedikit meningkatkan angka morbiditas pasien. Penggunaan pelumpuh otot dalam waktu lama memiliki banyak kerugian yang harus dipertimbangkan, terlebih lagi bila terdapat gangguan fungsi hepar dan ginjal pada pasien.
Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif
2010-07-01 00:00:00
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/view/6466
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia); Vol 2, No 2 (2010): JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
eng
Copyright (c) 2010 JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
oai:ojs.ejournal.undip.ac.id:article/30757
2023-11-28T02:37:46Z
janesti:TPK
nmb a2200000Iu 4500
"200701 2020 eng "
2089-970X
2337-5124
dc
Pemilihan Anestesi Regional dan Anestesi Umum Untuk Pasien COVID-19 Sebagai Upaya Mengurangi Risiko Penularan
Nurcahyo, Widya Istanto
Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro/RSUP Dr. Kariadi, Semarang|Universitas Diponegoro/RSUP Dr. Kariadi https://scholar.google.co.id/citations?view_op=list_works&hl=id&user=oiyzCsUAAAAJ https://orcid.org/0000-0001-7534-0905
Nurbianto, Gatot
Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro/RSUP Dr. Kariadi, Semarang|Universitas Diponegoro/RSUP Dr. Kariadi
Array
Penyakit coronavirus (COVID-19) adalah sebuah pandemik yang dinyatakan oleh World Health Organization pada tanggal 11 Maret 2020. Pandemi ini dalam waktu singkat menyebar ke seluruh dunia. Dengan adanya pandemi ini, tenaga dan pelayanan kesehatan melakukan langkah-langkah tertentu dalam menghadapi pandemik ini. Di ruang operasi, seorang ahli anestesi diharuskan untuk meningkatkan tindakan-tindakan yang bersifat mencegah dan menyesuaikan praktik-praktik anestesi untuk setiap pasien. Diharapkan, dengan meminimalisir sebagian besar prosedur yang menghasilkan aerosol yang biasanya terjadi selama anestesi umum, ahli anestesi mampu mengurangi pajanan terhadap sekret atau droplet pernapasan pasien dan risiko penularan virus secara perioperatif ke petugas-petugas kesehatan dan pasien-pasien lainnya. Anestesi umum dengan intervensi jalan napas serta manipulasi jalan napas yang menyebabkan pembentukan aerosol, yang dapat meningkatkan risiko kontaminasi COVID-19 di ruang operasi dan secara signifikan dapat menyebarkan pada tenaga kesehatan terhadap infeksi COVID-19 selama intubasi dan ekstubasi trakea. Karena itu, penggunaan anestesi regional menjadi kunci selama pandemi ini, karena dapat mengurangi kebutuhan untuk anestesi umum dan risiko terkait dari prosedur yang menghasilkan aerosol. Namun, pedoman tentang kinerja aman anestesi umum dan regional mengingat pandemi COVID-19 terbatas. Penulisan tinjauan pustaka ini bertujuan untuk memberikan gambaran dan masukan pada manajemen anestesi umum dan regional pada era pandemi COVID-19.
Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif
2020-07-01 00:00:00
application/pdf
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/view/30757
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia); Vol 12, No 2 (2020): JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
eng
Copyright (c) 2020 JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
oai:ojs.ejournal.undip.ac.id:article/19757
2018-08-06T13:04:07Z
janesti:TPK
oai:ojs.ejournal.undip.ac.id:article/6454
2023-11-28T02:47:43Z
janesti:TPK
nmb a2200000Iu 4500
"110301 2011 eng "
2089-970X
2337-5124
dc
Mekanisme Kerja Obat Anestesi Lokal
Samodro, Ratno
Sutiyono, Doso
Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro/ RSUP Dr. Kariadi
Semarang https://scholar.google.co.id/citations?view_op=list_works&hl=id&user=nnuvtS0AAAAJ
Satoto, Hari Hendriarto
Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro/ RSUP Dr. Kariadi
Semarang https://scholar.google.co.id/citations?view_op=list_works&hl=id&user=wY9PV58AAAAJ
Array
Anestesi regional semakin berkembang dan meluas pemakaiannya, mengingat berbagai keuntungan yang ditawarkan, diantaranya relatif lebih murah, pengaruh sistemik yang minimal, menghasilkan analgesi yang adekuat dan kemampuan mencegah respon stress secara lebih sempurna. Secara kimiawi obat anestesi lokal dibagi dalam dua golongan besar, yaitu golongan ester dan golongan amide. Perbedaan kimia ini direfleksikan dalam perbedaan tempat metabolisme, dimana golongan ester terutama dimetabolisme oleh enzim pseudo-kolinesterase di plasma sedangkan golongan amide terutama melalui degradasi enzimatis di hati. Perbedaan ini juga berkaitan dengan besarnya kemungkinan terjadinya alergi, dimana golongan ester turunan dari p-amino-benzoic acid memiliki frekwensi kecenderungan alergi lebih besar. Obat anestesi lokal yang lazim dipakai di negara kita untuk golongan ester adalah prokain, sedangkan golongan amide adalah lidokain dan bupivakain. Mekanisme kerja obat anestesi local mencegah transmisi impuls saraf (blokade konduksi) dengan menghambat pengiriman ion natrium melalui gerbang ion natrium selektif pada membrane saraf. Kegagalan permeabilitas gerbang ion natrium untuk meningkatkan perlambatan kecepatan depolarisasi seperti ambang batas potensial tidak tercapai sehingga potensial aksi tidak disebarkan. Obat anestesi lokal tidak mengubah potensial istirahat transmembran atau ambang batas potensial. Farmakokinetik obat meliputi absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi. Komplikasi obat anestesi lokal yaitu efek samping lokal pada tempat suntikan dapat timbul hematom dan abses sedangkan efek samping sistemik antara lain neurologis pada Susunan Saraf Pusat, respirasi, kardiovaskuler, imunologi ,muskuloskeletal dan hematologi Beberapa interaksi obat anestesi lokal antara lain pemberian bersamaan dapat meningkatkan potensi masing-masing obat. penurunan metabolisme dari anestesi lokal serta meningkatkan potensi intoksikasi.
Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif
2011-03-01 00:00:00
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/view/6454
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia); Vol 3, No 1 (2011): JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
eng
Copyright (c) 2011 JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
oai:ojs.ejournal.undip.ac.id:article/19813
2023-11-28T02:42:58Z
janesti:TPK
nmb a2200000Iu 4500
"161101 2016 eng "
2089-970X
2337-5124
dc
Extracorporeal Membrane Oxygention (ECMO) Pada Pasien Bedah Jantung Dewasa
Mujahidin, Mujahidin
Fellow Anestesi Kardiovaskular, Magister Kesehatan RSPJN Harapan Kita
Jakarta
Array
Extracorporeal Life Support (ECLS) merupakan suatu tindakan medis yang dilakukan untuk mempertahankan oksigenasi dan eliminasi dari karbon dioksida yang adekuat untuk mengembalikan fungsi pernapasan yang sudah terganggu. ECLS terdiri dari beberapa jenis, yaitu Extracorporeal lung assist (ECLA), Extracorporeal membrane oxygenation (ECMO), Extracorporeal carbon dioxide removal (ECOO2R), and Extracorporeal cardiopulmonary resuscitation (ECPR). Wabah virus H1N1 (flu babi) yang terjadi pada tahun 2009 dan 2010 menjadikan penggunaan ECMO menjadi popular. ECMO menggunakan teknologi yang diturunkan dari penggunaan cardiopulmonary bypass (CPB) yang memungkinkan terjadinya pertukaran gas di luar tubuh, penggunaannya lebih praktis dan dapat digunakan dalam jangka waktu yang lama. Indikasi penggunaan ECMO pada pasien dengan permasalahan jantung dan paru yang berat yang tidak respon terhadap terapi konvensional, permasalahan seperti acute respiratory distress syndrome, shock kardiogenik yang berulang atau henti jantung. Circuit ECMO terdiiri dari 3 pengaturan yang memiliki fitur masing-masing, yaitu veno-arterial ECMO, Veno-venous ECMO dan arterio-venous ECM). Survival rate penggunaan ECMO pada gagal napas akut berkisar antara 50-70 persen, tetapi belum cukup untuk menjadikan ECMO sebagai rekomendasi umum penatalaksanaan gagal napas akut, tetapi penggunaan ECMO dapat dipertimbangkan jika terapi lainnya gagal. Pemahaman tentang ECMO yang semakin meningkat menjanjikan luaran yang lebih .
Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif
2016-11-01 00:00:00
application/pdf
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/view/19813
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia); Vol 8, No 3 (2016): JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
eng
Copyright (c) 2016 (JAI) Jurnal Anestesiologi Indonesia
oai:ojs.ejournal.undip.ac.id:article/22899
2023-11-28T02:38:40Z
janesti:TPK
nmb a2200000Iu 4500
"190701 2019 eng "
2089-970X
2337-5124
dc
Epidural Labour Analgesia pada Pasien Hamil dengan Sindrom Eisenmenger
Kurniawaty, Juni
Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif; Fakultas Kedokteran; Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan; Universitas Gadjah Mada; Yogyakarta
Array
Sindrom Eisenmenger didefinisikan sebagai hubungan abnormal antara sirkulasi sistemik dan paru berupa pirau kiri ke kanan yang berbalik menjadi kanan ke kiri akibat tingginya resistensi vaskular paru. Wanita hamil dengan sindrom Eisenmenger disarankan untuk menghentikan kehamilan, tetapi jika pasien tetap memilih untuk melanjutkan kehamilan, maka sebaiknya masuk rumah sakit pada usia kehamilan 25 minggu, bed rest selama periode sisa kehamilan, diberikan oksigen selama periode sesak napas dan dilakukan pemeriksaan analisis gas darah serial untuk mendeteksi perubahan di dalam aliran shunt. Apabila pilihan mode persalinanannya adalah persalinan normal, maka pada onset dari persalinan, dilakukan insersi kateter epidural, dilakukan pemantauan dengan monitor hemodinamik invasif dan apabila terjadi penurunan tekanan darah seharusnya segera diterapi dengan pemberian vasopressor serta setiap kehilangan darah dilakukan transfusi. Pasien seharusnya tetap di dalam rumah sakit sampai 7-14 hari setelah persalinan.
Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif
2019-07-01 00:00:00
application/pdf
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/view/22899
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia); Vol 11, No 2 (2019): JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
eng
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/download/22899/72566
Copyright (c) 2019 JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
oai:ojs.ejournal.undip.ac.id:article/17276
2018-01-17T16:01:35Z
janesti:TPK
oai:ojs.ejournal.undip.ac.id:article/41418
2023-11-28T02:36:11Z
janesti:TPK
nmb a2200000Iu 4500
2089-970X
2337-5124
dc
Total Intravenous Anesthesia (TIVA) pada Bedah Jantung Koroner
Yulia, Mefri
SMF Anestesi dan Perawatan Intensif Pascabedah, Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, Jakarta|Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita
Hadinata, Yudi
SMF Anestesi dan Perawatan Intensif Pascabedah, Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, Jakarta|Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita
Array
Bedah jantung koroner merupakan jenis operasi jantung yang paling sering dilakukan pada pasien dewasa. Pada penelitian yang dilakukan tahun 2011-2014 angka mortalitas bedah jantung koroner pada pasien dengan multipel lesi pembuluh darah sebesar 27,8%.Pasien yang dipertimbangkan untuk dilakukan bedah jantung koroner memerlukan penilaian risiko operatif, pemeriksaan menyeluruh dan manajemen perioperatif yang baik oleh dokter anestesi. Pemilihan teknik dan agen anestesia pada bedah jantung koroner telah berkembang pesat dengan tersedianya obat intravena yang memiliki durasi singkat dan mudah dititrasi seperti propofol dan remifentanyl yang memberikan efek sinergis dibandingkan penggunaan opioid dosis tinggi. Oleh karena itu, teknik total intravenous anesthesia (TIVA) mulai banyak dipilih seiring dengan perkembangan obat dan tersedianya alat seperti smart-pump infusion yang memungkinkan obat intravena untuk mencapai efek klinis yang diharapkan dan memberikan angka harapan hidup dan luaran yang lebih baik hingga beberapa tahun pascabedah.
Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif
2022-03-31 00:00:00
application/pdf
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/view/41418
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia); Vol 14, No 1 (2022): JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
eng
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/download/41418/167907
Copyright (c) 2021 JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
oai:ojs.ejournal.undip.ac.id:article/6437
2023-11-28T02:46:56Z
janesti:TPK
nmb a2200000Iu 4500
"120301 2012 eng "
2089-970X
2337-5124
dc
Awareness dan Recall Intraoperatif
Rofiq, Aunun
Witjaksono, Witjaksono
Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro/ RSUP Dr. Kariadi
Semarang
Nurcahyo, Widya Istanto
Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro/ RSUP Dr. Kariadi
Semarang https://scholar.google.co.id/citations?view_op=list_works&hl=id&user=oiyzCsUAAAAJ
Array
Laporan ASA terbaru mengenai awareness intraoperatif yang dilakukan oleh ASA dipusatkan seputar recall postoperative. Seperti dapat disimpulkan dari Bab ini, awareness introperatif dan recall postoperative bukanlah fenomena yang tidak berhubungan sama sekali, sehingga membolehkan para klinisi dan peneliti untuk menggunakan salah satu di antara keduanya sebagia substitusi bagi yang lain. Recall secara khas memberikan estimasi yang tidak sebenarnya terhadap insidensi awareness intraoperatif dan hanya merepresentasikan puncak dari fenomena gunung es. Monitor fungsi otak tidak dapat memprediksi recall dengn sangat baik, tetapi lebih baik dari parameter otonom yang tradisional dalam mengetahui hilang atau timbulnya kesadaran. Monitor fungsi otak merepresentasikan perkembangan yang pesat dalam manajemen praktek anestesi. Kemampuan untuk mengenali awareness intraoperatif dan pencegahannya dengan mempertahankan kedalaman tingkat hypnosis, menawarkan potensi yang besar untuk mencegah recall postoperative.
Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif
2012-03-01 00:00:00
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/view/6437
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia); Vol 4, No 1 (2012): JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
eng
Copyright (c) 2014 JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
oai:ojs.ejournal.undip.ac.id:article/6564
2023-11-28T02:59:08Z
janesti:TPK
nmb a2200000Iu 4500
"091101 2009 eng "
2089-970X
2337-5124
dc
Perbandingan Antara Anestesi Regional dan Umum Pada Operasi Caesar
Rofiq, Aunun
Sutiyono, Doso
Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro/ RSUP Dr. Kariadi
Semarang https://scholar.google.co.id/citations?view_op=list_works&hl=id&user=nnuvtS0AAAAJ
Array
Spinal dan epidural anestesi menyebabkan penurunan substansial dari tekanan darah ibu, yang dapat mempengaruhi ibu dan janin . Tidak ada bukti dari tulisan ini yang menunjukkan bahwa RA lebih unggul GA dalam kaitannya dengan ibu dan bayi. Lanjutan tinjauan pustaka ataupun penelitian untuk mengevaluasi morbiditas neonatal dan hasil ibu, seperti hubungan kepuasan dengan teknik anestesi, akan berguna untuk mengungkap teknik terbaik untuk sectio caesarea.
Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif
2009-11-01 00:00:00
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/view/6564
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia); Vol 1, No 3 (2009): JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
eng
Copyright (c) 2009 JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
oai:ojs.ejournal.undip.ac.id:article/20715
2023-11-28T02:39:54Z
janesti:TPK
nmb a2200000Iu 4500
"180301 2018 eng "
2089-970X
2337-5124
dc
Sepsis dan Tata Laksana Berdasar Guideline Terbaru
Irvan, Irvan
Departemen Anestesi dan Terapi Intensif; Fakultas Kedokteran; Universitas Kristen Krida Wacana; Jakarta
Febyan, Febyan
Departemen Anestesi dan Terapi Intensif; Fakultas Kedokteran; Universitas Kristen Krida Wacana; Jakarta
Suparto, Suparto
Departemen Anestesi dan Terapi Intensif; Fakultas Kedokteran; Universitas Kristen Krida Wacana; Jakarta
Array
Istilah Sepsis menurut konsensus terbaru adalah keadaan disfungsi organ yang mengancam jiwa yang disebabkan karena disregulasi respon tubuh terhadap infeksi. Penggunaan kriteria SIRS untuk mengidentifikasi sepsis dianggap tidak membantu lagi. Kriteria SIRS tidak menggambarkan adanya respon disregulasi yang mengancam jiwa. Disfungsi organ didiagnosis apabila peningkatan skor SOFA ≥ 2. Dan istilah sepsis berat sudah tidak digunakan. Septik syok didefinisikan sebagai keadaan sepsis dimana abnormalitas sirkulasi dan metabolik yang terjadi dapat menyebabkan kematian secara signifikan. Dalam protokol yang dikeluarkan pada tahun 2016, target resusitasi EGDT dihilangkan, dan merekomendasikan terapi cairan kristaloid minimal sebesar 30 ml/kgBB dalam 3 jam atau kurang.
Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif
2018-03-01 00:00:00
application/pdf
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/view/20715
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia); Vol 10, No 1 (2018): JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
eng
Copyright (c) 2018 JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
oai:ojs.ejournal.undip.ac.id:article/43150
2023-11-28T02:35:43Z
janesti:TPK
nmb a2200000Iu 4500
"220731 2022 eng "
2089-970X
2337-5124
dc
Peran Ekokardiografi dalam Intensive Care Unit
Purwowiyoto, Sidhi Laksono
SMF Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler, Rumah Sakit Pusat Pertamina Jakarta
Fakultas Kedokteran, Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka Tangerang Banten https://orcid.org/0000-0002-2959-8937
Diwirya, Wincent Candra
Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret Surakarta
Array
Critical care echocardiography (CCE) adalah alat pencitraan non-invasif samping tempat tidur yang dapat memberikan manfaat pada perawatan intensif karena portabilitas, ketersediaan luas, dan kemampuan diagnostik yang cepat. Dokter yang telah mendapatkan pelatihan dasar ekokardiografi, baik dokter unit perawatan intensif atau unit gawat darurat, dapat menilai fungsi ventrikel kiri dengan akurasi yang baik. CCE dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi jantung karena dapat mengenali kelainan dinding regional secara instan. Pengenalan cepat seperti ini dapat mendorong kecepatan intervensi yang berpotensi mengurangi angka kematian. Pasien dengan kelainan pada ekokardiografi memiliki kecenderungan gangguan yang signifikan dalam kelangsungan hidup di ICU. Ekokardiografi transtorakal dan transesofageal adalah pemeriksaan penting di unit perawatan intensif (ICU). Alat ini dapat digunakan untuk mendiagnosis patologi jantung akut dan menilai status hemodinamik. Tinjauan pustaka ini bertujuan untuk menyoroti peran penting CCE dalam pengambilan keputusan klinis.
Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif
2022-07-31 00:00:00
application/pdf
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/view/43150
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia); Vol 14, No 2 (2022): JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
eng
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/download/43150/168408
Copyright (c) 2021 JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
oai:ojs.ejournal.undip.ac.id:article/19851
2018-09-18T09:52:51Z
janesti:TPK
oai:ojs.ejournal.undip.ac.id:article/6296
2023-11-28T02:59:23Z
janesti:TPK
nmb a2200000Iu 4500
"090701 2009 eng "
2089-970X
2337-5124
dc
Regulasi Aliran Darah Cerebral Dan Aneurisma Cerebral
Cahyo, Iwan Dwi
Pujo, Jati Listiyanto
Departemen Anestesiolgoi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro/ RSUP Dr. Kariadi
Semarang https://scholar.google.co.id/citations?view_op=list_works&hl=id&user=RrIo0jwAAAAJ
Harahap, Mohamad Sofyan
Departemen Anestesiolgoi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro/ RSUP Dr. Kariadi
Semarang https://scholar.google.co.id/citations?user=n6QTGGUAAAAJ&hl=id
Array
Perubahan aliran darah ke otak memiliki regulasi tersendiri mengingat begitu besar peranan otak bagi kehidupan. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi regulasi aliran darah ke otak salah satunya adalah tindakan dan obat anestesi selama pembiusan. Untuk menghindari akibat buruk yang mungkin terjadi perlu dipelajari tentang auto regulasi darah serebral dengan baik. Penggunaan obat juga perlu dipertimbangkan. Operasi dibagian kepala membutuhkan waktu relative lama dibandingkan operasi yang lainnya. Otak mempunyai kemampuan yang khas untuk mengatur aliran darah terhadap : 1. Aktivitas fungsional dan metabolic (flow metabolism coupling and metabolic regulation). 2. Perubahan pada tekanan perfusi (perssure autoregulation) 3. Perubahan kandungan oksigen atau karbondioksida dari arteri. Selain itu aliran darah otak dapat berubah melalui pengaruh langsung dari hubungan antara pusat-pusat khusus di otak dan pembuluh darah (Neurogenic Regulation). Perubahan aliran darah ke otak memiliki resiko yang fatal dalam menentukan prognosis. Kejadian kematian paling banyak disebabkan aneurisma dari arteri yang pecah didalam otak serta cidera kepala yang disebabkan suatu kecelakaan lalu lintas. Diagnosis Aneurisma sulit dilakukan atau terlambat untuk diketahui. Seorang dokter anestesi dituntut ektra hati hati dalam membius pasien dengan cara memantau hemodinamik dan menjaga hemodinamik tidak mengalami gejolak yang tinggi untuk menghindari resiko pecahnya aneurisma.
Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif
2009-07-01 00:00:00
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/view/6296
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia); Vol 1, No 2 (2009): JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
eng
Copyright (c) 2009 JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
oai:ojs.ejournal.undip.ac.id:article/6471
2023-11-28T02:48:39Z
janesti:TPK
nmb a2200000Iu 4500
"100301 2010 eng "
2089-970X
2337-5124
dc
Pengelolaan Pasca Operasi dan Rawat Intensif pada Pasien Trauma
Rindarto, Rindarto
Pujo, Jati Listiyanto
Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro/ RSUP Dr. Kariadi
Semarang https://scholar.google.co.id/citations?view_op=list_works&hl=id&user=RrIo0jwAAAAJ
Leksana, Ery
Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro/ RSUP Dr. Kariadi
Semarang https://scholar.google.co.id/citations?view_op=list_works&hl=id&user=n-EXb1cAAAAJ
Array
Pengelolaan pasca operasi di ICU pada pasien trauma sangat menentukan hasil akhir pasien, karena dengan pengelolaan yang baik di ICU, tingkat survival pasien trauma menjadi lebih tinggi. Pengelolaan pasien trauma di ICU terutama difokuskan pada pengelolaan hipotermi, koagulopati, asidosis, sindrom kompartemen abdomen dan ARDS, hal ini karena faktor-faktor tersebut merupakan penyebab utama kematian pada jam-jam pertama pasca trauma.
Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif
2010-03-01 00:00:00
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/view/6471
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia); Vol 2, No 1 (2010): JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
eng
Copyright (c) 2010 JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
oai:ojs.ejournal.undip.ac.id:article/19817
2023-11-28T02:42:58Z
janesti:TPK
nmb a2200000Iu 4500
"161101 2016 eng "
2089-970X
2337-5124
dc
Manajemen Transfusi Perioperatif Pada Pasien Bedah Jantung Dewasa dengan Mesin Pintas Jantung Paru
Widyapuspita, Ornella
Departemen Anestesi dan Perawatan Intensif Pasca Bedah RS Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, Jakarta
Boom, Cindy Elfira
Departemen Anestesi dan Perawatan Intensif Pasca Bedah RS Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, Jakarta
Array
Transfusi darah umum dilakukan pada pasien bedah jantung, mencakup 10-20% dari total transfusi darah yang diberikan. Diperkirakan 60-70% pemberian transfusi terjadi selama periode perioperatif. Pemintasan jantung paru menggunakan mesin pintas jantung paru/ cardiopulmonary bypass (CPB) machine merupakan teknik penting yang telah digunakan selama lebih dari 60 tahun. Mesin ini membantu dokter bedah jantung mendapatkan area kerja yang tidak bergerak dan bersih. Dalam konteks koagulasi, pemakaian mesin CPB akan mengakibatkan timbulnya anemia hemodilusi akibat priming, sehingga seringkali memerlukan transfusi darah.Beberapa penelitian menunjukkan keterkaitan antara transfusi alogenik terkait dengan peningkatan morbiditas seperti infeksi, cidera ginjal akut, reaksi hemolitik akut, reaksi alergi, cidera paru, kelebihan cairan, dan peningkatan mortalitas.Pemberian transfusi alogenik dapat dikurangi dengan protokol transfusi restriktif, penggunaan metode autotransfusi, pemberian eritropoetin (EPO), antiplatelet, dan antifibrinolitik. Manajemen transfusi yang tepat dan rasional selama periode perioperatif bedah jantung dapat menurunkan mortalitas dan morbiditas secara signifikan.
Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif
2016-11-01 00:00:00
application/pdf
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/view/19817
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia); Vol 8, No 3 (2016): JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
eng
Copyright (c) 2016 (JAI) Jurnal Anestesiologi Indonesia
oai:ojs.ejournal.undip.ac.id:article/30435
2023-11-28T02:37:13Z
janesti:TPK
nmb a2200000Iu 4500
"210331 2021 eng "
2089-970X
2337-5124
dc
Peranan Anestesiologis di Laboratorium Katerisasi Kardiak: Perspektif Ahli Jantung
Purwowiyoto, Sidhi Laksono
Fakultas Kedokteran, Universitas Muhammadiyah Prof. DR. Hamka, Tangerang|Universitas Muhammadiyah Prof. DR. Hamka https://orcid.org/0000-0002-2959-8937
Siswitono, Arly Ihvaricci
SMF Anestesi, RSUD Pasar Rebo, Jakarta Timur|RSUD Pasar Rebo
Siregar, Reynaldo Halomoan
Fakultas Kedokteran, Universitas Katolik Indonesia Atmajaya, Jakarta Utara|Universitas Katolik Indonesia Atmajaya
Array
Prevalensi morbiditas dan mortalitas akibat penyakit kardiovaskular secara global masih tinggi. Hal ini akan berdampak terhadap semakin berkembangnya peran laboratorium katerisasi kardiak (LKK) dalam pelayanan di rumah sakit. Pelaksanaan kateterisasi di LKK membutuhkan peran anestesiolog terutama pada prosedur yang membutuhkan anestesi umum karena kebutuhan pasien, durasi yang panjang, dan kompleksitas prosedur. Kehadiran anestesiolog dalam pelaksanaan tindakan di LKK juga membantu kardiolog untuk fokus pada tindakan yang dilakukan. Area kerja di LKK dapat berbeda dengan ruang operasi pada umumnya dan pemahaman anestesiolog terhadap hal ini sangat penting dalam memberikan perawatan anestesi yang baik. Kompetensi anestesiolog yang baik dan kerjasama dengan kardiolog dalam pelaksanaan prosedur akan mengurangi risiko morbiditas dan mortalitas pasien.
Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif
2021-03-31 00:00:00
application/pdf
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/view/30435
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia); Vol 13, No 1 (2021): JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
eng
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/download/30435/113591
Copyright (c) 2021 JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
oai:ojs.ejournal.undip.ac.id:article/19786
2018-08-06T13:04:07Z
janesti:TPK
oai:ojs.ejournal.undip.ac.id:article/6459
2023-11-28T02:47:59Z
janesti:TPK
nmb a2200000Iu 4500
"101101 2010 eng "
2089-970X
2337-5124
dc
Ventilasi Satu Paru
Kisara, Aditya
Satoto, Hari Hendriarto
Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro/ RSUP Dr. Kariadi
Semarang https://scholar.google.co.id/citations?view_op=list_works&hl=id&user=wY9PV58AAAAJ
Arifin, Johan
Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro/ RSUP Dr. Kariadi
Semarang https://scholar.google.co.id/citations?user=B2qcqUAAAAAJ&hl=en
Array
Ventilasi satu paru adalah memberikan ventilasi mekanik pada salah satu paru yang dipilih dan menghalangi jalan napas dari paru lainnya. Ventilasi satu paru diindikasikan untuk meningkatkan akses bedah, melindungi paru dan perawatan intensif ventilasi. Selama ventilasi satu paru, percampuran darah yang tidak teroksigenasi dari paru atas yang kolaps dengan darah teroksigenasi dari paru dependen yang terventilasi memperlebar gradien O2 PA-a. Penelitian secara in vitro memperlihatkan bahwa agen anestesi inhalasi secara langsung mereduksi aksi dari hypoxic pulmonar vasocontriction dan secara teori menyebabkan meningkatnya aliran darah ke paru yang tidak terventilasi sehingga meningkatkan shunt pulmoner dan akhirnya PaO2 menjadi turun dan sering menyebabkan hipoksemi. Tiga teknik yang dilakukan: (1) penempatan sebuah tabung bronkial lumen ganda, (2) penggunaan tabung trakeal lumen tunggal pada penghubungnya dengan penghambat bronkial, atau (3) penggunaan lumen tunggal tabung bronkial. Volume tidal yang tinggi digunakan untuk mempertahankan oksigenasi arteri Penurunan volume tidal, dikombinasi dengan penggunaan akhir ekspirasi tekanan positif (PEEP), dapat meminimalkan terjadinya cedera parenkim.
Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif
2010-11-01 00:00:00
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/view/6459
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia); Vol 2, No 3 (2010): JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
eng
Copyright (c) 2010 JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
oai:ojs.ejournal.undip.ac.id:article/24450
2023-11-28T02:38:40Z
janesti:TPK
nmb a2200000Iu 4500
"190701 2019 eng "
2089-970X
2337-5124
dc
Tatalaksana Perioperatif Ventilasi Mekanik pada Pasien dengan Gagal Jantung Kiri
Nugroho, Budi
SMF Anestesi dan Perawatan Intensif Pascabedah; Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita; Jakarta
hadinata, yudi
SMF Anestesi dan Perawatan Intensif Pascabedah; Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita; Jakarta
Array
Penyakit gagal jantung merupakan suatu kondisi kelainan pada pasien dimana kemampuan pengisian dan fungsi pompa jantung mengalami gangguan. Gagal jantung sendiri dapat terjadi secara akut atau kronis serta berpotensi mengancam jiwa. Ketika kondisi tersebut memburuk maka dapat menyebabkan gangguan fungsi pernapasan dan perburukan kondisi hingga berakibat kematian. Kondisi gagal jantung dapat terjadi selama tindakan perawatan perioperatif pembedahan yang membutuhkan terapi farmakologi dan terapi non farmakologi. Salah satu modalitas terapi non farmakologi yang dapat membantu fungsi pompa jantung dalam kondisi gagal jantung adalah ventilasi mekanik. Tinjauan pustaka ini akan mengulas tentang terapi perioperatif ventilasi mekanik pada pasien dengan gagal jantung.
Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif
2019-07-01 00:00:00
application/pdf
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/view/24450
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia); Vol 11, No 2 (2019): JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
eng
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/download/24450/68602
Copyright (c) 2019 JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
oai:ojs.ejournal.undip.ac.id:article/19801
2018-08-06T13:00:40Z
janesti:TPK
oai:ojs.ejournal.undip.ac.id:article/50022
2023-11-28T02:35:27Z
janesti:TPK
nmb a2200000Iu 4500
"221130 2022 eng "
2089-970X
2337-5124
dc
Enhanced Recovery After Cesarean Surgery (ERACS): Analisis Berbasis Bukti
Prayanangga, Karyadi
Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif, RSUD Kota Tangerang, Tangerang|RSUD Kota Tangerang
Nilasari, Dewita
Departemen Obstetri dan Ginekologi, Rumah Sakit Pelni, Jakarta|Rumah Sakit Pelni
Array
Peningkatan pemulihan setelah seksio sesarea (Enhanced Recovery After Cesarean Surgery/ERACS) ialah sistem berbasis bukti untuk memperbaiki luaran pascaoperasi, pemulihan fungsional ibu, serta mempercepat lamanya perawatan di rumah sakit. Prinsip-prinsip ini melibatkan intervensi yang mencakup periode preoperasi, intraoperasi, dan pascaoperasi. Studi ini bertujuan untuk membuat telaah kritis untuk mengetahui apakah penerapan metode ERACS dapat memberikan perbaikan terhadap lamanya perawatan di rumah sakit, waktu mobilisasi pascaoperasi, kembalinya fungsi usus/saluran cerna, dan kondisi bebas nyeri.
Dengan melibatkan pasien sejak sebelum operasi, tujuan ERACS dapat tercapai dan dapat mengatasi kebutuhan pasien yang mungkin berisiko lebih tinggi mengalami komplikasi.
Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif
2022-11-30 00:00:00
application/pdf
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/view/50022
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia); Vol 14, No 3 (2022): JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
eng
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/download/50022/171234
Copyright (c) 2021 JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
oai:ojs.ejournal.undip.ac.id:article/6442
2023-11-28T02:47:11Z
janesti:TPK
nmb a2200000Iu 4500
"111101 2011 eng "
2089-970X
2337-5124
dc
Obat–Obat Anti Nyeri
Yudhowibowo, Ifar Irianto
Satoto, Hari Hendriarto
Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro/ RSUP Dr. Kariadi
Semarang https://scholar.google.co.id/citations?view_op=list_works&hl=id&user=wY9PV58AAAAJ
Sasongko, Himawan
Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro/ RSUP Dr. Kariadi
Semarang https://scholar.google.co.id/citations?user=vgaAtucAAAAJ&hl=id
Array
Rasa nyeri (nosisepsi) merupakan masalah unik, disatu pihak bersifat melindungi badan kita dan dilain pihak merupakan suatu siksaan. Nyeri juga mempunyai makna praktis yang jelas. Nyeri memperingatkan kita akan bahaya; nyeri dapat membantu diagnosis; kadang-kadang dapat menunjang penyembuhan dengan pembatasan gerakan dan menunjang imobilisasi bagian yang cedera. Terdapat sejumlah substansi yang secara farmakologis dapat digunakan sebagai “analgesik” untuk meredakan nyeri pada penderita yang sadar tanpa menimbulkan penurunan daya ingat total seperti pada anestesi umum. Substansi yang secara farmakologis dapat digunakan sebagai analgesik tersebut tetap merujuk pada konsep analgesia multi modal. Konsep analgesia multi modal ini merujuk pada perjalanan nyeri nosisepsi dimana digunakan NSAID pada proses transduksi, anestetik lokal pada proses transmisi dan opioid pada proses modulasi dan persepsi. Dimana keuntungan dari pada analgesia multimodal ini adalah didapatkan efek analgesi yang lebih tinggi tanpa meningkatkan efek samping dibandingkan peningkatan dosis pada pemberian analgesia tunggal.
Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif
2011-11-01 00:00:00
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/view/6442
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia); Vol 3, No 3 (2011): JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
eng
Copyright (c) 2011 JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
oai:ojs.ejournal.undip.ac.id:article/9127
2023-11-28T02:44:28Z
janesti:TPK
nmb a2200000Iu 4500
"141101 2014 eng "
2089-970X
2337-5124
dc
Patofisiologi Penyakit Jantung Koroner
Satoto, Hari Henriarto
Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro/ RSUP Dr. Kariadi
Semarang https://scholar.google.co.id/citations?view_op=list_works&hl=id&user=wY9PV58AAAAJ
Array
Sindrom koroner akut adalah suatu kondisi terjadi pengurangan aliran darah ke jantung secara mendadak. Beberapa gejala dari sindrom ini adalah tekanan di dada seperti serangan jantung, sesak saat sedang beristirahat atau melakukan aktivitas fisik ringan, keringat yang berlebihan secara tiba-tiba (diaforesis), muntah, mual, nyeri di bagian tubuh lain seperti lengan kiri atau rahang, dan jantung yang berhenti mendadak (cardiac arrest). Umumnya mengenai pasien usia 40 tahun ke atas walau pada saat ini terdapat kecenderungan mengenai usia lebih muda.
Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif
2014-11-01 00:00:00
application/pdf
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/view/9127
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia); Vol 6, No 3 (2014): JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
eng
Copyright (c) 2014 JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)