skip to main content

Ureh Nan Ampek: Sebuah Dikotomi Keseimbangan Etnofarmakologi Minangkabau

Tresno Tresno orcid  -  Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sriwijaya, Indonesia
*Ilal Ilham orcid publons  -  Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sriwijaya, Indonesia
Suci Wahyu Fajriani orcid publons  -  Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sriwijaya
Mallia Hartani orcid publons  -  Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sriwijaya, Indonesia
Open Access Copyright 2025 Endogami: Jurnal Ilmiah Kajian Antropologi under http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0.

Citation Format:
Abstract
Di Indonesia, sistem kesehatan tradisional masih terpisah dari pengobatan modern, namun berjalan beriringan dengan  pengobatan modern. Desa Simanau memiliki pengobatan ureh nan ampek yang dikenal dengan empat jenis tanaman obat. Etnofarmakologi ini memiliki dikotomi keseimbangan yang sama dengan pengobatan patologi humoral, ayurveda dan yin-yang. Penelitian ini menggunakan pendekatan etnosains dimana peneliti menggunakan pengetahuan lokal dari dukun dengan teknik pengumpulan data melalaui wawancara dan observasi, lalu tanaman yang dikumpulkan diuji dengan fitokimia. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa etnofarmakologi empat jenis tanaman obat ini memiliki dikotomi keseimbangan yang sama berdasarkan hubungan antara cerita Tawa Ureh Nan Ampek dengan pengujian fitokimia. Enydra fluctuans DC (sitawa) mengandung flavonoid, steroid dan saponin yang dideskripsikan sebagai penawar panas bagi paru-paru atau karabu. Cheilocostus speciosus (sidingin) memiliki kandungan flavonoid dan steroid yang dideskripsikan sebagai penghilang rasa dingin pada hati. Bryophyllum pinnatum (cikarau) mengandung flavonoid, fenolik, steroid dan saponin yang dideskripsikan sebagai penghancur penyakit pada intstinum tenue atau galang nan tujuah, dan Sacciolepis interrupta (cikumpai) mengandung saponin dan steroid yang dideskripsikan sebagai penghilang penyakit pada usus besar dan rectum atau rueh-rueh jari.
Fulltext View|Download
Keywords: Etnofarmakologi, Empat Tanaman Obat, Sitawa, Sidingin, Cikarau dan Cikumpai

Article Metrics:

  1. Agisho, H., Osie, M., & Lambore, T. (n.d.). Traditional medicinal plants utilization, management and threats in Hadiya Zone, Ethiopia. www.plantsjournal.com
  2. Bhatia, D. B., Sengar, K. S., & Jadav, P. R. (n.d.). PHARMACOGNOSTICAL AND PHYTOCHEMICAL POTENTIAL OF KALANCHOE PINNATA
  3. Bogdan Roberts. (1992). Pengantar Metode Penelitian kualitatif : Suatu Pendekatan Fenomenologis Terhadap Ilmu-Ilmu Sosial. Usaha Nasional
  4. D.Sintha. (2012). Kajian Etnofarmakologi Makasar Dari Beberapa Tanaman yang Digunakan Untuk Mengobati Penyakit Hipertensi [Skripsi]. Universitas Hasanudin
  5. G.M Foster, & B.G Anderson. (2005). Antropologi Kesehatan. Universitas Indonesia
  6. James Spradley. (2006). Metode Etnografi. Tiara Wacana
  7. Kalangie Pandey. (1986). Etnomedisin di Indonesia suatu bibliografi beranotasi. Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia
  8. Mirdeilami, S. Z., Barani, H., Mazandarani, M., & Heshmati, G. A. (n.d.). In vitro growth of Stevia rebaudiana Bertoni 327 Ethnopharmacological Survey of Medicinal Plants in Maraveh Tappeh Region, North of Iran. In Iranian Journal of Plant Physiology (Vol. 2, Issue 1)
  9. Nico S.Kalangie. (n.d.). Kebudayaan dan Kesehatan Pengembangan Pelayanan Kesehatan Primer Melalui Pendekatan Sosiobudaya. Universitas Indonesia
  10. Nwadinigwe, A. O. (2011a). Antimicrobial activities of methanol and aqueous extracts of the stem of Bryophyllum pinnatum Kurz (Crassulaceae). African Journal of Biotechnology, 10(72), 16342–16346. https://doi.org/10.5897/AJB11.1000
  11. Nwadinigwe, A. O. (2011b). Antimicrobial activities of methanol and aqueous extracts of the stem of Bryophyllum pinnatum Kurz (Crassulaceae). African Journal of Biotechnology, 10(72), 16342–16346. https://doi.org/10.5897/AJB11.1000
  12. Rahman, M. T., Begum, N., Alimuzzaman, M., & Khan, M. O. F. (2002). Analgesic activity of Enhydra fluctuans. Fitoterapia, 73(7–8), 707–709. https://doi.org/10.1016/S0367-326X(02)00212-5
  13. Roy, K. K., Mollah, Md. K. I., Reja, Md. M., Shil, D., & Maji, R. K. (2021). Evaluation of analgesic and anti-inflammatory activity of ethanolic extract of Enhydra fluctuans on male wistar rats. Journal of Applied Pharmaceutical Research, 9(1), 1–7. https://doi.org/10.18231/joapr.2021.9.1.37.42
  14. S. K. Gangai Abirami, K. Sudha Mani, M. Nisha Devi, & P. Nirmala Devi. (2014). The antimicrobial activity of Mimosa pudica L. International Journal of Ayurveda and Pharma Research, 02, 105–108
  15. Sannigrahi, S., Kanti Mazuder, U., Kumar Pal, D., Parida, S., & Jain, S. (2010). Antioxidant Potential of Crude Extract and Different Fractions of Enhydra fluctuans Lour. www.SID.ir
  16. Sarker, J. R., Mian, M. R. U., & Roy, S. S. (2012). Give to AgEcon Search Farmers’ perception about causes and remedies of Monga in Hatibandha upazila of Lalmonirhat district. J. Bangladesh Agril. Univ, 10(1), 107–118. http://ageconsearch.umn.edu
  17. WHO Policy Perspectives on Medicines-Traditional Medicine-Growing Needs and Potential WHO Policy Perspectives on Medicines Traditional Medicine-Growing Needs and Potential. (2002)
  18. Yadav, N. P., & Dixit, V. K. (2003). Hepatoprotective activity of leaves of Kalanchoe pinnata Pers. Journal of Ethnopharmacology, 86(2–3), 197–202. https://doi.org/10.1016/S0378-8741(03)00074-6
  19. Yunarti, Y., Nurainas, N., Yulkardi, Y., & Ramona, F. (2016). Rasionalisasi Sakit dan Penyakit dalam Konstelasi Budaya Minangkabau (Kajian Etnomedisin di Agam dan Tanah Datar). Antropologi Indonesia, 35(1). https://doi.org/10.7454/ai.v35i1.4719

Last update:

No citation recorded.

Last update: 2025-06-05 14:19:12

No citation recorded.