BibTex Citation Data :
@article{ENDOGAMI64896, author = {Lucia Yerinta Destishinta}, title = {Dari Kosmologi Hingga Komoditi : Menabur Asa Menuai Luka dalam Pusaran Daerah Istimewa}, journal = {Endogami: Jurnal Ilmiah Kajian Antropologi}, volume = {8}, number = {1}, year = {2024}, keywords = {Sumbu Filosofi; Ketimpangan; Prekariat; Infrastruktur; Kapitalisme; Penganugerahan UNESCO}, abstract = { Pembangunan sebagai dampak dari penganugerahan UNESCO kepada Sumbu Filosofi di Yogyakarta, sebagai warisan budaya dunia yang telah diakui secara resmi. Sebaik-baiknya pembangunan, adalah yang melihat bukan hanya dari sebuah fasad, namun juga nilai-nilai yang bertumbuh dalam denyut hidup manusia. Indikator keberhasilan sebuah pembangunan, bukan hanya dalam wujud fisik sebuah fasad namun juga dalam nilai-nilai filosofis, sebagaimana ruh yang tersemat pada Sumbu Filosofi. Oleh karenanya, pemilihan etnografi kritis sebagai cara alternatif yang menawarkan pembacaan etnografi dalam deskripsi kritis mengenai pembangunan dan ambivalensinya terhadap jurang ketimpangan yang semakin lebar, secara khusus mengenai masyarakat lokal di Yogyakarta yang kian tergusur dan tergerus oleh kentalnya pembangunan yang mengatasnamakan kultural sebagai tameng atas kepentingan kapital. Komodifikasi dari aksiologi menjadi komoditi samar-samar namun nyata. Yogyakarta menjadi laboratorium hidup untuk menjadi ruang kelas tanpa sekat yang bisa digunakan sebagai media pembelajaran yang efektif, apabila ditunjang dengan infrastruktur pendukung yang sarat makna. Ambivalensi dalam pembangunan bisa membawa dua hal; pembangunan akan menjadi baik, jika dibarengi dengan konsep matang demi kepentingan komunal bukan hanya segelintir kepentingan kelompok berdasar kepentingan politis. Sebaliknya, ketika pembangunan masih mengedepankan nilai-nilai kapital, dapat dipastikan jurang ketimpangan akan semakin lebar. Jebakan terhadap glorifikasi kultur dalam sebuah kota serta meromantisir gaya hidup, tidak dibarengi dengan tingkat kesadaran dan daya pikir yang kritis. Jika dengan pengakuan UNESCO atas Sumbu Filosofi masih terdapat ketimpangan yang tinggi, lantas untuk siapa sebenarnya keistimewaan Yogyakarta? }, issn = {2599-1078}, pages = {16--28} doi = {10.14710/endogami.8.1.16-28}, url = {https://ejournal.undip.ac.id/index.php/endogami/article/view/64896} }
Refworks Citation Data :
Pembangunan sebagai dampak dari penganugerahan UNESCO kepada Sumbu Filosofi di Yogyakarta, sebagai warisan budaya dunia yang telah diakui secara resmi. Sebaik-baiknya pembangunan, adalah yang melihat bukan hanya dari sebuah fasad, namun juga nilai-nilai yang bertumbuh dalam denyut hidup manusia. Indikator keberhasilan sebuah pembangunan, bukan hanya dalam wujud fisik sebuah fasad namun juga dalam nilai-nilai filosofis, sebagaimana ruh yang tersemat pada Sumbu Filosofi. Oleh karenanya, pemilihan etnografi kritis sebagai cara alternatif yang menawarkan pembacaan etnografi dalam deskripsi kritis mengenai pembangunan dan ambivalensinya terhadap jurang ketimpangan yang semakin lebar, secara khusus mengenai masyarakat lokal di Yogyakarta yang kian tergusur dan tergerus oleh kentalnya pembangunan yang mengatasnamakan kultural sebagai tameng atas kepentingan kapital. Komodifikasi dari aksiologi menjadi komoditi samar-samar namun nyata. Yogyakarta menjadi laboratorium hidup untuk menjadi ruang kelas tanpa sekat yang bisa digunakan sebagai media pembelajaran yang efektif, apabila ditunjang dengan infrastruktur pendukung yang sarat makna. Ambivalensi dalam pembangunan bisa membawa dua hal; pembangunan akan menjadi baik, jika dibarengi dengan konsep matang demi kepentingan komunal bukan hanya segelintir kepentingan kelompok berdasar kepentingan politis. Sebaliknya, ketika pembangunan masih mengedepankan nilai-nilai kapital, dapat dipastikan jurang ketimpangan akan semakin lebar. Jebakan terhadap glorifikasi kultur dalam sebuah kota serta meromantisir gaya hidup, tidak dibarengi dengan tingkat kesadaran dan daya pikir yang kritis. Jika dengan pengakuan UNESCO atas Sumbu Filosofi masih terdapat ketimpangan yang tinggi, lantas untuk siapa sebenarnya keistimewaan Yogyakarta?
Article Metrics:
Last update:
Last update: 2024-11-15 16:03:36
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.