skip to main content

RASIONALITAS KEBIJAKAN KONSEPSI HUTAN DAN PENGHAPUSAN BATAS MINIMAL KAWASAN HUTAN 30 PERSEN

*Pungky Widiaryanto orcid  -  Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, Jl. Taman Suropati No.2, Menteng, Kec. Menteng, Kota Jakarta Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 10310|Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional|Indonesia, Indonesia

Citation Format:
Abstract

Penghapusan luas minimal kawasan hutan 30 persen yang tertuang dalam RUU Cipta Kerja telah menjadi perdebatan banyak pihak. Definisi hutan dan kawasan hutan juga menjadi isu hangat dalam pembahasan kebijakan tersebut. Terlebih makna luas minimal 30 persen memiliki multi tafsir: dari hutan atau dari kawasan hutan. Untuk itu, tulisan ini juga menganalisis relevansi kebijakan luas minimal kawasan hutan dan definisi hutan. Dalam mengkaji hal tersebut, digunakan metode pendekatan analisis wacana kritis berdasarkan sejarah. Berdasarkan pengkajian yang bersifat kualitatif deskriptif ini, dapat ditarik benang merah: (1) hutan dan kawasan hutan memiliki multi definisi dan tafsir, (2) angka 30 persen untuk menentukan luas minimal kawasan hutan dipengaruhi kebijakan kehutanan ilmiah era kolonial, (3) angka 30 persen mempunyai beberapa kekurangan untuk kondisi saat ini, (4) penentuan luas minimal kawasan hutan seyogianya didukung dengan metode termutakhir, salah satunya dapat menggunakan analisis multi kriteria. Meski dari segi sejarah dan dampak angka 30 persen sudah tidak relevan lagi, pengambilan keputusan tidak hanya bersifat rasional teknis, tapi juga mempertimbangkan aspek legalitas dan politis.

Fulltext View|Download
Keywords: hutan; kawasan hutan; 30 persen

Article Metrics:

  1. Chazdon, R. L., dkk. (2016). When is a forest a forest? Forest concepts and definitions in the era of forest and landscape restoration. Ambio, 45(5), 538–550. https://doi.org/10.1007/s13280-016-0772-y
  2. Davis, D. K., & Robbins, P. (2018). Ecologies of the colonial present: Pathological forestry from the taux de boisement to civilized plantations. Environment and Planning E: Nature and Space, 1(4), 447–469. https://doi.org/10.1177/2514848618812029
  3. FAO. (2000). Comparison of forest area and forest area change estimates derived from FRA 1990 and FRA 2000. Forest Resources Assessment Working Paper 59
  4. Galudra, G, Fay, C & Sirait, MT. (2007). As Clear as Mud: Understanding the Root of Conflicts and Problems in Indonesia’s Land Tenure Policy. Bogor: ICRAF. http://apps.worldagroforestry.org/downloads/Publications/PDFS/PP07287.pdf
  5. Grainger, A. (2008). Difficulties in tracking the long-term global trend in tropical forest area. Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 105: 818–823
  6. Holmgren, P., and R. Persson. (2002). Evolution and prospects of global forest assessments. Global forest assessments move towards the goal of addressing a full range of benefits from forests and tree resources. Unasylva (FAO) 53: 3–9
  7. Huang, Ivy & Keisler, Jeffrey & Linkov, Igor. (2011). Multi-criteria decision analysis in environmental sciences: Ten years of applications and trends. The Science of the total environment. 409. 3578-94. 10.1016/j.scitotenv.2011.06.022
  8. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (2018). Status Hutan dan Kehutanan Indonesia 2018. Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
  9. Peluso, Nancy Lee. (1992). Rich Forests, Poor People: Resource Control and Resistance In Java. Berkeley: University of California Press
  10. Simon, H., (2004). Membangun Kembali Hutan Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
  11. Widiaryanto, Pungky. (2019). Pembaruan Kawasan Hutan untuk Mewujudkan Pembangunan Kehutanan yang Berkeadilan, Berkelanjutan, dan Berkedaulatan. Bappenas Working Papers, 2(2), 223-238. https://doi.org/10.47266/bwp.v2i2.42
  12. Wiratno. (2001). Berkaca di Cermin Retak: Refleksi Konservasi dan Implikasi bagi Pengelolaan Taman Nasional. Bogor: Forest Press

Last update:

No citation recorded.

Last update: 2024-11-15 02:17:30

No citation recorded.