BibTex Citation Data :
@article{JM713, author = {Amin Suyitno}, title = {IMPLEMENTASI OTONOMI DAERAH BIDANG PENDIDIKAN DAN DAMPAKNYA TERHADAP PEMBELAJARAN MATEMATIKA SEKOLAH}, journal = {MATEMATIKA}, volume = {5}, number = {1}, year = {2010}, keywords = {}, abstract = { Genderang otonomi daerah telah ditabuh. Dampak pengiringnya juga telah mulai dirasakan. Di bidang pendidikan, paling tidak, telah mulai dikenalkan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, program akselerasi, otonomi sekolah dalam penerimaan siswa SLTP karena dihapuskannya Ebtanas SD / MI, sulitnya guru pindah ke luar kota, dan juga munculnya pahlawan pendidikan di daerah yang tidak merasa perlu melibatkan atasan atau pihak akademisi di PT. Dasar pelaksanaan otonomi daerah bidang pendidikan adalah pasal 11 ayat (2) UU No. 22 / 1999 tentang Pemerintah daerah, yang berbunyi “Bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh Daerah Kabupaten dan Daerah Kota meliputi pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan , dll”, dan operasionalnya oleh PP No. 25 / 2000 Pasal 2 ayat (11) yang antara lain menyatakan bahwa kewenangan pusat adalah mengatur penetapan kurikulum nasional dan evaluasinya, serta penetapan standar materi pelajaran pokok. Dampak yang mungkin terjadi karena implementasi otonomi daerah bidang pendidikan, khususnya dalam pembelajaran matematika antara lain sebagai berikut. (1) Bisa muncul anggapan bahwa karena era otonomi maka pengajaran matematika mutlak di tangan guru termasuk pengaturan kurikulumnya, jelas ini perlu diluruskan. (2) Karena otonomi maka tak ada ebtanas, yang berarti guru matematika tidak perlu lagi dituntut kerja keras meraih NEM tinggi bagi anak didiknya. Akibatnya, salah satu tolok ukur kinerja guru menjadi hilang. Dalam hal ini, perlu dicari model tes yang sejenis dengan ebtanas. (3) Pemahaman yang benar tentang PP No. 25 / 2000 Pasal 2 ayat (11) yang menyatakan bahwa kewenangan pusat adalah mengatur penetapan kurikulum nasional dan evaluasinya, serta penetapan standar materi pelajaran pokok, dan guru memiliki otonomi dalam cara pembelajarannya . Jika pemahaman ini merata di kalangan guru, maka keberhasilan pengajaran matematika sekolah tak perlu dikawatirkan. Hal ini perlu disosialisasikan. Di lain pihak, kemajuan teknologi di dunia internasional semakin pesat. Agar dicapai mutu pendidikan dengan standar internasional, maka penanganan pendidikan di Indonesia perlu ditata secara nasional. Apalagi, matematika bersifat universal. }, url = {https://ejournal.undip.ac.id/index.php/matematika/article/view/713} }
Refworks Citation Data :
Genderang otonomi daerah telah ditabuh. Dampak pengiringnya juga telah mulai dirasakan. Di bidang pendidikan, paling tidak, telah mulai dikenalkan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, program akselerasi, otonomi sekolah dalam penerimaan siswa SLTP karena dihapuskannya Ebtanas SD / MI, sulitnya guru pindah ke luar kota, dan juga munculnya pahlawan pendidikan di daerah yang tidak merasa perlu melibatkan atasan atau pihak akademisi di PT. Dasar pelaksanaan otonomi daerah bidang pendidikan adalah pasal 11 ayat (2) UU No. 22 / 1999 tentang Pemerintah daerah, yang berbunyi “Bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh Daerah Kabupaten dan Daerah Kota meliputi pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, dll”, dan operasionalnya oleh PP No. 25 / 2000 Pasal 2 ayat (11) yang antara lain menyatakan bahwa kewenangan pusat adalah mengatur penetapan kurikulum nasional dan evaluasinya, serta penetapan standar materi pelajaran pokok. Dampak yang mungkin terjadi karena implementasi otonomi daerah bidang pendidikan, khususnya dalam pembelajaran matematika antara lain sebagai berikut. (1) Bisa muncul anggapan bahwa karena era otonomi maka pengajaran matematika mutlak di tangan guru termasuk pengaturan kurikulumnya, jelas ini perlu diluruskan. (2) Karena otonomi maka tak ada ebtanas, yang berarti guru matematika tidak perlu lagi dituntut kerja keras meraih NEM tinggi bagi anak didiknya. Akibatnya, salah satu tolok ukur kinerja guru menjadi hilang. Dalam hal ini, perlu dicari model tes yang sejenis dengan ebtanas. (3) Pemahaman yang benar tentang PP No. 25 / 2000 Pasal 2 ayat (11) yang menyatakan bahwa kewenangan pusat adalah mengatur penetapan kurikulum nasional dan evaluasinya, serta penetapan standar materi pelajaran pokok, dan guru memiliki otonomi dalam cara pembelajarannya. Jika pemahaman ini merata di kalangan guru, maka keberhasilan pengajaran matematika sekolah tak perlu dikawatirkan. Hal ini perlu disosialisasikan. Di lain pihak, kemajuan teknologi di dunia internasional semakin pesat. Agar dicapai mutu pendidikan dengan standar internasional, maka penanganan pendidikan di Indonesia perlu ditata secara nasional. Apalagi, matematika bersifat universal.
Last update:
Last update: 2024-11-22 10:01:55