PERNIKAHAN HAMIL DI LUAR NIKAH DALAM PERSPEKTIF KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI) DAN FIQIH ISLAM DI KANTOR URUSAN AGAMA (STUDI KASUS DI KOTA KUPANG)
Copyright (c) 2018 Masalah-Masalah Hukum License URL: http://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0
Abstract
Perkawinan merupakan bagian dari dimensi kehidupan yang bernilai ibadah sehingga menjadi sangat penting. Manusia yang telah dewasa, dan sehat jasmani serta rohaninya pasti membutuhkan teman hidup untuk mewujudkan ketenteraman, kedamaian dan kesejahteraan dalam hidup berumah tangga. Realitas kehidupan masyarakat tidak dapat dihindari adanya hamil diluar nikah. Hamil diluar nikah adalah tindakan yang pada dasarnya sangat tidak dianjurkan oleh agama, karena agama mengajarkan manusia pada kebajikan, namun demikian praktek ini masih banyak kita jumpai di masyarakat.Masalah dalam penelitian ini adalah: (1) Mengapa terjadi perbedaan mengenai pernikahan hamil di luar nikah antara Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Hukum Islam (HI)?; (2) Bagaimana status hukumpernikahanwanitahamilakibatzinadenganlaki-laki yang menghamilinyamenurutKompilasi Hukum Islam (KHI)danfiqih Islam?.Kesimpulan dari penelitian ini adalah: (1) Menurut KHI bahwa wanita yang hamil di luar nikah bisa langsung di nikahkan dengan laki-laki yang menghamilinya tanpa menunggu wanita itu melahirkan kandugannya. Sedangkan berdasarkan hukum Islam dalam hal ini pendapat Imam Malik dan Ahmad bin Hambali yang mengatakan tidak boleh melangsungkan pernikahan antara wanita hamil karena zina dengan laki-laki sampai dia melahirkan kandungannya. Perbedaan tersebut terjadi karena di pengaruhi oleh perbedaan dalil-dalil (Al-Qur’an dan Hadis) yang digunakan dalam menafsirkan permasalahan pernikahan hamil di luar nikah. KHI menjelaskan pernikahan hamil di luar nikah berdasarkan dalil Al-Qur’an surat An-nur ayat 3, Mazhab Syafi’i dan Hanafi, pendapat Abu Bakar, Umar dan Ibnu Abbas. Sedangkan Hukum Islam menggunakan dalil Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 11, 12, dan 176, surat At-Talaq ayat 4, Mazhab Maliki dan Ahmad bin Hambal; (2) KHI membolehkan menikahi wanita hamil akibat zina dengan laki-laki yang menghamilinya, menurut hukum Islam status hukum pernikahan wanita hamil akibat zina dengan laki-laki yang menghamilinya pun terjadi perbedaan pendapat diantara ke empat mazhab. Mazhab Hanafi dan Syafi’i membolehkan pernikahan wanita hamil akibat zina dengan laki-laki yang menghamilinya. Mazhab Maliki dan Hanbali melarang pernikahan wanita hamil akibat zina dengan laki-laki yang menghamilinya.
Keywords
References
Andre Ata Ujan, Filsafat Hukum Membangun Hukum, Membela Keadilan, Kanisius, 2009. Online:https://artnur.wordpress.com/2010/03/13/positivisme-hukum-john-austin-1790-1859/. Di akses pada tanggal 3 Juni 2017. Pukul 13.00 WITA.
Ash-Shiddieqy, Hasbi. 1978. Hukum-Hukum Fiqih Islam. Jakarta: Bulan Bintang hlm. 265
Dadang Hermawan dan Sumardjo (2015). Kompilasi Hukum Islam Sebagai Hukum Materiil Pada Peradilan Agama. Jurnal Yudisia Vol. 6 Nomor 1, Juni 2015. Online. file:///C:/Users/Windows7-ultimate/Downloads/1469-4905-1-PB.pdf. Di akses pada tanggal 3 Juni 2017, Pukul 10.30 WITA.
Departemen Agama RI. 2000. Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia. Bandung : Fokusmedia hlm.14
Khoirudin Nasution, Islam; Tentang Relasi Suami dan Istri (Hukum Perkawinan I) (Yogyakarta: ACADEM IA, dan Tazzafa, 2004), hlm. 35-50.
Muttaqien, Dadan. & Tono, Sidik (Ed).1999. Peradilan Agama dan Kompilasi Hukum Islam. Yogyakarta: UII Press. Hlm. 1. Tersedia pada: file:///C:/Users/Windows7-ultimate/Downloads/1469-4905-1-PB.pdf.
Qardhawi, Yusuf. 2003. Halal Haram Dalam Islam. Solo: Era Intermedia hlm. 214-216
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Perubahannya
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Lembaran Negara Republik Indonesia 1974 Nomor 1
Wahbah az-Zuhailii, al-Fiqh al-Islami wa adillatuhu (Beirut: Dar al Fikr, 1985) VII: 148