MEMPERTIMBANGKAN ASPEK-ASPEK NON LEGAL FORMAL DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TANAH ADAT DI BALI

Made Oka Cahyadi Wiguna
DOI: 10.14710/mmh.53.3.2024.257-268
Copyright (c) 2024 Masalah-Masalah Hukum License URL: http://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0

Abstract

Penyelesaian sengketa tanah adat di Bali yang berbasis pada keadilan formal sering mengabaikan aspek-aspek non legal formal berdampak terciptanya ketidakadilan. Artikel ini mengedepankan pendekatan sosio-legal untuk mendiskusikan pentingnya secara hukum mempertimbangkan aspek-aspek non legal formal dalam penyelesaian sengketa tanah adat di Bali dan menguraikan secara deskriptif aspek-aspek non legal formal yang dimaksud. Landasan berpikir mempertimbangkan aspek-aspek non legal formal dalam penyelesaian sengketa tanah adat di Bali secara teoretis dan yuridis telah mendapatkan tempatnya. Mengingat dalam upaya pembangunan hukum nasional saat ini, penting mengedepankan pendekatan pluralisme hukum dalam rangka untuk terwujudnya keadilan substantif. Wujud dari aspek-aspek non legal formal yang patut untuk menjadi pertimbangan yaitu aspek religi, dan socio-cultural yang berkelindan dalam penguasaan tanah adat di Bali.

Full Text: PDF

Keywords

Sengketa; Tanah adat; Keadilan

References

Bali, N. (2022). Masalah Tanah Teba di Desa Pejeng Kembali Memanas Rapat Eksekusi

Rencana Perdamaian Malah Mentok. Nusa Bali.

https://www.nusabali.com/berita/128255/masalah-tanah-teba-di-desa-pejeng-kembalimemanas

Dwijayanti, M. (2019). Res judicata. Res Judicata, 2(2), 299–310.

Esmi Warassih. (2016). Ilmu Hukum Kontemplatif. In Penelitian Hukum Interdisipliner Sebuah

Pengantar Menuju Sosio-Legal, (pp. 19–20). Thafa Media.

Hartana. (2020). PENYELESAIAN SENGKETA TANAH ADAT KABUPATEN. Jurnal

Pendidikan Dan Kewarganegaraan Undiksha, 8(3), 219–227.

Mahfud, M. M. (2010). Perdebatan Hukum Tata Negara Pascaamandemen Konstitusi (Cetakan

ke). Rajawali Pers.

Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. (2007). Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara

Nomor 31/PUU V/2007 prihal Pengujian Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31

Tahun 2007 tentang Pembentukan Kota Tual di Provinsi Maluku.

Noer Fauzi Rachman dan Mia Siscawati. (2014). Masyarakat Hukum Adat Adalah Penyandang

Hak, Subjek Hukum, dan Pemilik Wilayah Adatnya. INSIST Press.

Nurjaya, I. N. (2014). Paradigma Pembangunan Hukum Nasional Dalam Masyarakat

Multikultural : Perspektif Antropologi Hukum. Jurnal Hukum Undiknas, 1(1), 11–25.

Pandapotan Damanik. (2023). Strengthening Land Law Reforms through Legal Pluralism in

Indonesia. Rechtsidee, 11(2), 1–12.

https://rechtsidee.umsida.ac.id/index.php/rechtsidee/article/view/993/827

Schäublin, B. H. (2013). How Indigenous are the Balinese? From National Marginalisation to

Provincial Domination. In Adat and Indigeneity in Indonesia Culture and Entitlements

between Heteronomy and Self-Ascription (“Göttingen, pp. 133–148). Universitätsverlag

Göttingen

Sen, A. (2009). The Idea of Justice. The Belknap Press of Harvard University Press.

Shidarta. (2013). Hukum Penalaran dan Penalaran Hukum. Genta Publishing.

Simabur, C. A. (2023). Kalah Gugatan Perdata, Lahan-Bangunan di Desa Adat Banjaranyar

Dieksekusi. DetikBali. https://www.detik.com/bali/hukum-dan-kriminal/d-6608260/kalahgugatan-perdata-lahan-bangunan-di-desa-adat-banjaranyar-dieksekusi

Sukabawa, I. W. (2015). Strategi PHDI Meningkatkan Sradha dan Bhakti Umat Hindu di Kota

Palangkaraya Kalimantan Tengah. Vidya Samhita Jurnal Penelitian Agama, Vol. 1(No. 2),

–19. https://ejournal.ihdn.ac.id/index.php/vs/article/view/82/90

Sukirno. (2018). Politik Hukum Pengakuan Hak Ulayat (Cetakan ke). Prenadamedia Group.

Suteki. (2018). Hukum Progresif: Hukum Berdimensi Transendental dalam Konteks

KeIndonesiaan.

Tamanaha, B. Z. (2001). A General Jurisprudence of Law and Society. Oxford University Press.

Tamanaha, B. Z. (2021). Legal Pluralism Explained History, Theory, Consequences. Oxford

University Press.

Thohir, M. (2019). NUSA, Vol. 14 No. 2 Mei 2019 Mudjahirin Thohir, Etnografi Ideasional

(Suatu Metodologi Penelitian Kebudayaan). Jurnal Nusa, 14(2), 194–205.

Thontowi, J. (2013). Perlindungan Dan Pengakuan Masyarakat Adat Dan Tantangannya Dalam

Hukum Indonesia. Jurnal Hukum Ius Quia Iustum, 20(1), 21–36.

https://doi.org/10.20885/iustum.vol20.iss1.art2

Watra, I. W. (2018). Tri Murti Ideologi Sosio-Religius Mempersatukan Sekte-Sekte di Bali.

Jurnal Dharmasmrti, Vol. 9(No. 2), 114–121.

https://ejournal.unhi.ac.id/index.php/dharmasmrti/article/view/153/121

Werner Menski. (2016). Remembering and Applying Legal Pluralism : Law as Kite Flying. In

Concepts of Law: Comparative, Jurisprudential and Social Science Perspect. Routledge.

Wiana, I. K. (2004). Mengapa Bali Disebut Bali ? Paramita.

Wiguna, M. O. C. (2016). Pengaruh Eksistensi Masyarakat Hukum Adat Terhadap Penguasaan

Tanah Prabumian Berdasarkan Konsepsi Komunalistik Religius di Bali. Jurnal Hukum

Novelty, Volume 7(Nomor 2), hlm. 182-195.

http://journal.uad.ac.id/index.php/Novelty/article/view/5466

Wiguna, M. O. C. (2021). Pemikiran Hukum Progresif untuk Perlindungan Hukum dan

Kesejahteraan Masyarakat Hukum Adat. Jurnal Konstitusi, 18(1), 112–137.

https://jurnalkonstitusi.mkri.id/index.php/jk/article/view/1816

Wiguna, M. O. C. (2023). Implikasi Filsafat Positivisme Terhadap Ilmu Hukum dan

Penegakannya. UNES Journal of Swara Justisia, 7(1), 794–805.

https://swarajustisia.unespadang.ac.id/index.php/UJSJ/article/view/374/300