BibTex Citation Data :
@article{MMH13664, author = {Annisa Hardianti}, title = {KEWENANGAN PENGADILAN AGAMA DALAM MEMUTUS PEMBATALAN AKTA HIBAH (ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR : 78 PK/Ag/2013)}, journal = {Masalah-Masalah Hukum}, volume = {46}, number = {1}, year = {2017}, keywords = {Kewenangan Pengadilan Agama, Pembatalan Akta Hibah, Putusan Pengadilan.}, abstract = { Pengertian hibah secara umum yaitu hibah termasuk dalam perbuatan hukum dimana terjadi pemindahan hak kepemilikan yang sengaja untuk dialihkan kepada pihak atau orang lain. Adapun hibah menurut hukum perdata diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata atau Burgelijk Wetboek (BW) dalam Pasal 1666 sampai dengan Pasal 1693, sedangkan dalam hukum Islam hibah diatur dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) mulai dari Pasal 210 hingga Pasal 214. Dalam Pokok Permasalahan pembatalan Akta Hibah nomor : 162/Klj/11/1999, dimana terjadi suatu kesalahan yaitu putusan pada tingkat pertama dan kedua menyatakan bahwa Pengadilan Agama tidak berwenang untuk memutus perkara pembatalan Akta Hibah tersebut sedangkan sudah ada aturan yang dengan jelas mengatur bahwa Pengadilan Agama berwenang dalam memutus perkara diantara umat Islam atau muslim dalam Pasal 3 dan Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 yang telah diperbarui menjadi Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama. Hingga pada tingkat Kasasi dan Peninjauan Kembali putusan berubah menjadi Pengadilan Agama berwenang atas perkara pembatalan Akata Hibah tersebut. Adapun tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah untuk menganilisis putusan Mahkamah Agung nomor : 78 PK/Ag/2013 beserta segala proses sehingga tidak terjadi suatu kesalahan yang sama bagi para hakim yang kelak memutus perkara serupa. Penelitian dilakukan menggunakan metode yuridis normatif dengan metode pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach) yang kemudian dianalisis dengan menggunakan teknik preskripif . Putusan Hakim yang menyimpang dari aturan perundang-undangan mengenai kewenangan Pengadilan Agama mengakibatkan terjadinya suatu ketidakadilan dan tidak tercapainya suatu kepastian hukum, sedangkan negara telah mengatur dengan sangat jelas dalam Undang-undang. }, issn = {2527-4716}, pages = {69--79} doi = {10.14710/mmh.46.1.2017.69-79}, url = {https://ejournal.undip.ac.id/index.php/mmh/article/view/13664} }
Refworks Citation Data :
Pengertian hibah secara umum yaitu hibah termasuk dalam perbuatan hukum dimana terjadi pemindahan hak kepemilikan yang sengaja untuk dialihkan kepada pihak atau orang lain. Adapun hibah menurut hukum perdata diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata atau Burgelijk Wetboek (BW) dalam Pasal 1666 sampai dengan Pasal 1693, sedangkan dalam hukum Islam hibah diatur dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) mulai dari Pasal 210 hingga Pasal 214. Dalam Pokok Permasalahan pembatalan Akta Hibah nomor : 162/Klj/11/1999, dimana terjadi suatu kesalahan yaitu putusan pada tingkat pertama dan kedua menyatakan bahwa Pengadilan Agama tidak berwenang untuk memutus perkara pembatalan Akta Hibah tersebut sedangkan sudah ada aturan yang dengan jelas mengatur bahwa Pengadilan Agama berwenang dalam memutus perkara diantara umat Islam atau muslim dalam Pasal 3 dan Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 yang telah diperbarui menjadi Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama. Hingga pada tingkat Kasasi dan Peninjauan Kembali putusan berubah menjadi Pengadilan Agama berwenang atas perkara pembatalan Akata Hibah tersebut. Adapun tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah untuk menganilisis putusan Mahkamah Agung nomor : 78 PK/Ag/2013 beserta segala proses sehingga tidak terjadi suatu kesalahan yang sama bagi para hakim yang kelak memutus perkara serupa. Penelitian dilakukan menggunakan metode yuridis normatif dengan metode pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach) yang kemudian dianalisis dengan menggunakan teknik preskripif. Putusan Hakim yang menyimpang dari aturan perundang-undangan mengenai kewenangan Pengadilan Agama mengakibatkan terjadinya suatu ketidakadilan dan tidak tercapainya suatu kepastian hukum, sedangkan negara telah mengatur dengan sangat jelas dalam Undang-undang.
Article Metrics:
Last update:
The Cancellation of Grant Deed in Inheritance Cases: Case Studies of Court Decisions
Last update: 2025-07-01 00:54:53
The Authors submitting a manuscript do so on the understanding that if accepted for publication, copyright of the article shall be assigned to Masalah Masalah Hukum journal (MMH) and Faculty of Law, Universitas Diponegoro as publisher of the journal. Copyright encompasses rights to reproduce and deliver the article in all form and media, including reprints, photographs, microfilms, and any other similar reproductions, as well as translations.
MMH journal and Faculty of Law, Universitas Diponegoro and the Editors make every effort to ensure that no wrong or misleading data, opinions or statements be published in the journal. In any way, the contents of the articles and advertisements published in MMH journal are the sole responsibility of their respective authors and advertisers.
We strongly encourage that manuscripts be submitted to online journal system in http://ejournal.undip.ac.id/index.php/mmh/index. Authors are required to create an account and submit the manuscripts online. For submission inquiries, please follow the submission instructions in the website. If the author has any problems on the online submission, please contact Editorial Office at the following email: jurnal.mmh@undip.ac.id or jurnal.mmh@gmail.com
Contributors are responsible for obtaining permission to reproduce any materials, including photographs and illustrations, for which they do not hold the copyright and for ensuring that the appropriate acknowledgments are included in the manuscript.