skip to main content

DISPARITAS DALAM PENJATUHAN PIDANA

*Nimerodi Gulo  -  , Indonesia
Open Access Copyright (c) 2018 Masalah-Masalah Hukum under http://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0.

Citation Format:
Abstract

Rumusan norma yang berkaitan dengan ancaman pidana pada dasarnya bersifat maksimum. Hal tersebut menimbulkan ruang disparitas putusan hakim. Disapritas tersebut dapat menimbulkan rasa ketidakadilan (keadilan substantif) bagi terpidana. Rumusan masalahnya adalah,  apa yang menjadi faktor penyebab terjadinya disparitas pidana dalam penjatuhan pidana yang dilakukan oleh hakim dan apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam memutus perakara pidana didalam persidangan?. Metode penelitian yang digunakan adalah metode normatif dan empiris dalam kaitannya dengan keadilan substantif. Hasil penelitian menunjukan dalam memutuskan perkara hakim tunduk pada Pasal 197 KUHAP, yaitu hakim harus memiliki pertimbangannya sendiri didalam menentukan berat atau ringannya hukuman yang akan dijatuhkan kepada terdakwa, melalui pembuktian materil dipersidangan untuk mendukung kesimpulan dalam pertimbangan hakim.  Saat ini peradilan di Indonesia masih menggunakan metode penjatuhan hukuman berdasarkan pemeriksaan persidangan saja. Hal ini menyebabkan putusan pengadilan yang dikeluarkan oleh hakim terdapat perbedaan antara satu putusan dengan putusan yang lainnya yang disebut dengan disparitas pidana.

Fulltext View|Download
Keywords: disparitas, penjatuhan pidana

Article Metrics:

  1. Harkrisnowo, H. (2003). Rekonstruksi Konsep Pemidanaan : Suatu Gugatan Terhadap Proses Legislasi dan Pemidanaan di Indonesia. Jakarta: Majalah KHN Newsletter
  2. Huda, M. (2016). titles Ratio Decidenci accessed in 20. Retrieved September 20, 2016, from http://miftakhulhuda.com/2011/03/ratiodecidenci
  3. Komisi Yudisial RI. (2014). Disparitas Putusan Hakim:Identifikasi dan Implikasi. Jakarta: Sekjen Komisi Yudisial RI
  4. Loqman, L. (2002). HAM dalam HAP. Jakarta: Datacom
  5. Mahkamah Agung RI. (2006). Pedoman Perilaku Hakim. Jakarta: Mahkamah Agung
  6. Marpaung, L. (2005). Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana. Jakarta: Sinar Grafika
  7. Mertokusumo, S. (2007). Hati Nurani Hakim dan Putusannya, dalam Antonius Sudirman. Bandung: Citra Aditya Bakti
  8. Muladi. (1995). KAPITA Selekta Sistem Peradilan Pidana. UNDIP
  9. Muladi dan Barda Nawawi Arief. (1984). Teori-teori Dan Kebijakan Pidana. Bandung: Alumni
  10. Muladi dan Barda Nawawi Arief. (1998). Teori-teori Dan Kebijakan Pidana. Bandung: Alumni
  11. Muladi dan Barda Nawawi Arief. (2005). Teori-teori Dan Kebijakan Pidana. Bandung: Alumni
  12. Mulyadi, L. (n.d.). Seraut Wajah Putusan Hakim Dalam Hukum Acara Pidana. Citra Aditya Bhakti
  13. Pengertian Dan Konsep Dissenting Opinion. (2016). Retrieved September 20, 2016, from http://id.shvoong.com/law-and-politics/administrative-law/2172112
  14. Sudarto. (1981). Kapita Selekta Hukum Pidana Indonesia. Bandung: Alumni
  15. Wijayanto, I. (2012). Disparitas Pidana Dalam Perkara Tindak Pidana Biasa Di Pengadilan Negeri Kota Semarang, 7, 208

Last update:

  1. Is criminal fine in economic legislations effective? Evidence from Indonesia

    Mahrus Ali, Muhammad Arif Setiawan, Wawan Sanjaya, Andi Muliyono. Cogent Social Sciences, 8 (1), 2022. doi: 10.1080/23311886.2022.2068270
  2. Interpretation of Interfaith and/or Belief Marriage by Judges: Disparity and Legal Vacuum

    Umar Haris Sanjaya. Jurnal Konstitusi, 20 (3), 2023. doi: 10.31078/jk3039

Last update: 2025-06-29 14:06:51

No citation recorded.