skip to main content

MEMPERTIMBANGKAN ASPEK-ASPEK NON LEGAL FORMAL DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TANAH ADAT DI BALI

*Made Oka Cahyadi Wiguna  -  Fakultas Hukum, Universitas Pendidikan Nasional, Indonesia
Open Access Copyright (c) 2024 Masalah-Masalah Hukum under http://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0.

Citation Format:
Abstract
Penyelesaian sengketa tanah adat di Bali yang berbasis pada keadilan formal sering mengabaikan aspek-aspek non legal formal berdampak terciptanya ketidakadilan. Artikel ini mengedepankan pendekatan sosio-legal untuk mendiskusikan pentingnya secara hukum mempertimbangkan aspek-aspek non legal formal dalam penyelesaian sengketa tanah adat di Bali dan menguraikan secara deskriptif aspek-aspek non legal formal yang dimaksud. Landasan berpikir mempertimbangkan aspek-aspek non legal formal dalam penyelesaian sengketa tanah adat di Bali secara teoretis dan yuridis telah mendapatkan tempatnya. Mengingat dalam upaya pembangunan hukum nasional saat ini, penting mengedepankan pendekatan pluralisme hukum dalam rangka untuk terwujudnya keadilan substantif. Wujud dari aspek-aspek non legal formal yang patut untuk menjadi pertimbangan yaitu aspek religi, dan socio-cultural yang berkelindan dalam penguasaan tanah adat di Bali.
Fulltext View|Download
Keywords: Sengketa; Tanah adat; Keadilan

Article Metrics:

  1. Bali, N. (2022). Masalah Tanah Teba di Desa Pejeng Kembali Memanas Rapat Eksekusi
  2. Rencana Perdamaian Malah Mentok. Nusa Bali
  3. https://www.nusabali.com/berita/128255/masalah-tanah-teba-di-desa-pejeng-kembalimemanas
  4. Dwijayanti, M. (2019). Res judicata. Res Judicata, 2(2), 299–310
  5. Esmi Warassih. (2016). Ilmu Hukum Kontemplatif. In Penelitian Hukum Interdisipliner Sebuah
  6. Pengantar Menuju Sosio-Legal, (pp. 19–20). Thafa Media
  7. Hartana. (2020). PENYELESAIAN SENGKETA TANAH ADAT KABUPATEN. Jurnal
  8. Pendidikan Dan Kewarganegaraan Undiksha, 8(3), 219–227
  9. Mahfud, M. M. (2010). Perdebatan Hukum Tata Negara Pascaamandemen Konstitusi (Cetakan
  10. ke). Rajawali Pers
  11. Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. (2007). Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara
  12. Nomor 31/PUU V/2007 prihal Pengujian Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31
  13. Tahun 2007 tentang Pembentukan Kota Tual di Provinsi Maluku
  14. Noer Fauzi Rachman dan Mia Siscawati. (2014). Masyarakat Hukum Adat Adalah Penyandang
  15. Hak, Subjek Hukum, dan Pemilik Wilayah Adatnya. INSIST Press
  16. Nurjaya, I. N. (2014). Paradigma Pembangunan Hukum Nasional Dalam Masyarakat
  17. Multikultural : Perspektif Antropologi Hukum. Jurnal Hukum Undiknas, 1(1), 11–25
  18. Pandapotan Damanik. (2023). Strengthening Land Law Reforms through Legal Pluralism in
  19. Indonesia. Rechtsidee, 11(2), 1–12
  20. https://rechtsidee.umsida.ac.id/index.php/rechtsidee/article/view/993/827
  21. Schäublin, B. H. (2013). How Indigenous are the Balinese? From National Marginalisation to
  22. Provincial Domination. In Adat and Indigeneity in Indonesia Culture and Entitlements
  23. between Heteronomy and Self-Ascription (“Göttingen, pp. 133–148). Universitätsverlag
  24. Göttingen
  25. Sen, A. (2009). The Idea of Justice. The Belknap Press of Harvard University Press
  26. Shidarta. (2013). Hukum Penalaran dan Penalaran Hukum. Genta Publishing
  27. Simabur, C. A. (2023). Kalah Gugatan Perdata, Lahan-Bangunan di Desa Adat Banjaranyar
  28. Dieksekusi. DetikBali. https://www.detik.com/bali/hukum-dan-kriminal/d-6608260/kalahgugatan-perdata-lahan-bangunan-di-desa-adat-banjaranyar-dieksekusi
  29. Sukabawa, I. W. (2015). Strategi PHDI Meningkatkan Sradha dan Bhakti Umat Hindu di Kota
  30. Palangkaraya Kalimantan Tengah. Vidya Samhita Jurnal Penelitian Agama, Vol. 1(No. 2),
  31. –19. https://ejournal.ihdn.ac.id/index.php/vs/article/view/82/90
  32. Sukirno. (2018). Politik Hukum Pengakuan Hak Ulayat (Cetakan ke). Prenadamedia Group
  33. Suteki. (2018). Hukum Progresif: Hukum Berdimensi Transendental dalam Konteks
  34. KeIndonesiaan
  35. Tamanaha, B. Z. (2001). A General Jurisprudence of Law and Society. Oxford University Press
  36. Tamanaha, B. Z. (2021). Legal Pluralism Explained History, Theory, Consequences. Oxford
  37. University Press
  38. Thohir, M. (2019). NUSA, Vol. 14 No. 2 Mei 2019 Mudjahirin Thohir, Etnografi Ideasional
  39. (Suatu Metodologi Penelitian Kebudayaan). Jurnal Nusa, 14(2), 194–205
  40. Thontowi, J. (2013). Perlindungan Dan Pengakuan Masyarakat Adat Dan Tantangannya Dalam
  41. Hukum Indonesia. Jurnal Hukum Ius Quia Iustum, 20(1), 21–36
  42. https://doi.org/10.20885/iustum.vol20.iss1.art2
  43. Watra, I. W. (2018). Tri Murti Ideologi Sosio-Religius Mempersatukan Sekte-Sekte di Bali
  44. Jurnal Dharmasmrti, Vol. 9(No. 2), 114–121
  45. https://ejournal.unhi.ac.id/index.php/dharmasmrti/article/view/153/121
  46. Werner Menski. (2016). Remembering and Applying Legal Pluralism : Law as Kite Flying. In
  47. Concepts of Law: Comparative, Jurisprudential and Social Science Perspect. Routledge
  48. Wiana, I. K. (2004). Mengapa Bali Disebut Bali ? Paramita
  49. Wiguna, M. O. C. (2016). Pengaruh Eksistensi Masyarakat Hukum Adat Terhadap Penguasaan
  50. Tanah Prabumian Berdasarkan Konsepsi Komunalistik Religius di Bali. Jurnal Hukum
  51. Novelty, Volume 7(Nomor 2), hlm. 182-195
  52. http://journal.uad.ac.id/index.php/Novelty/article/view/5466
  53. Wiguna, M. O. C. (2021). Pemikiran Hukum Progresif untuk Perlindungan Hukum dan
  54. Kesejahteraan Masyarakat Hukum Adat. Jurnal Konstitusi, 18(1), 112–137
  55. https://jurnalkonstitusi.mkri.id/index.php/jk/article/view/1816
  56. Wiguna, M. O. C. (2023). Implikasi Filsafat Positivisme Terhadap Ilmu Hukum dan
  57. Penegakannya. UNES Journal of Swara Justisia, 7(1), 794–805
  58. https://swarajustisia.unespadang.ac.id/index.php/UJSJ/article/view/374/300

Last update:

No citation recorded.

Last update: 2025-07-27 07:41:47

No citation recorded.