skip to main content

PELUANG PENGEMBANGAN SMART CITY UNTUK MEWUJUDKAN KOTA TANGGUH DI KOTA SEMARANG (Studi Kasus: Penyusunan Sistem Peringatan Dini Banjir Sub Drainase Beringin)

*Sariffuddin Sariffuddin  -  Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah & Kota, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Jl. Prof. Soedarto, SH, Kampus Undip Tembalang, Semarang 50275, Indonesia

Citation Format:
Abstract

Kota tangguh menjadi metafora baru yang banyak diperdebatkan oleh para perencana dan peneliti kota dalam upaya menjamin keberlanjutan. Konsep ini mengusulkan 2 kerangka konsep yaitu model ekuilibrium dan model non-ekuilibrium. Perbedaan kedua model ini adalah cara kota untuk beradaptasi terhadap bahaya yang dihadapi. Di model keseimbangan/ ekuilibrium, sistem kota harus memiliki titik acuan sebagai orientasi tujuan pembangunan kota. Jika terdapat gap antara dokumen perencanaan dan hasil pembangunan, perencana kota dapat mengembalikan proses perencanaan sesuai tujuan perencanaan dan pembangunan. Di sisi lain, model non-ekuilibrium menawarkan sistem adaptasi. Dalam perspektif non-ekuilibrium, ketahanan diartikan sebagai kemampuan sistem kota untuk beradaptasi dan menyerap perubahan dari internal maupun eksternal. Terdapat kebutuhan baru dalam mengelola kota yaitu respon cepat, data yang akurat dan real time. Konsep kota pintar/ smart city menawarkan sebuah solusi melalui penyediaan data real time dan menjadi penghubung antara intervensi top-down dengan partisipasi bottom-up. Kota pintar tidak hanya menyediakan sistem informasi dan teknologi, namun juga mendukung modal intelektual. Artikel ini menggunakan studi literature melalui perbandingan 2 konsep literature yaitu smart city dan kota tangguh/ resilience city. Dari pembahasan diketahui bahwa smart city dapat mendukung kota untuk bisa bertahan melalui sistem peringatan dini. Sistem ini dapat meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengetahui bahaya dan mendukung upaya yang harus dilakukan secara mandiri.

[The Opportunities of Smart City Development to Realize the Resilient City in Semarang (Case Study: Flood Early Warning System in Beringin Sub-Drainage] City of resilience become to a new metaphor that debated by researcher and urban planner to manage its city in order to ensure sustainability. This concept suggests 2 conceptual frameworks: equilibrium or isolation model and non-equilibrium model. The differences of both models are the way of city to adapt from disturbance. In equilibrium model, urban system must own end point or terminal as city orientationor goal. If any gap between planning document and development result, urban planner has to restore the development process into its plan or end point. On the other hand, non-equilibrium model offers adaptation system. In non-equilibrium perspective, resilience is the ability of an urban system to adapt and adjust to changing internal or external processes. There is a new necessity to manage city i.e. quick response, adequate data and correct according real time data. Smart City offers a solution to provide real time data and bridging between top-down intervention and bottom-up participation. Smart city doesn’t only provide information system and technology, yet its concept can support intellectual capital. This article used literature study through compare 2 conceptual theoretical framework i.e. smart city and resilience city. From this discuses found out that smart city can support city to be resilience with early warning system. This system can improve human ability to know a circumstance and action to evacuation.

 

Fulltext View|Download
Keywords: kota tangguh; kota pintar; sistem peringatan dini; urban resilience;smart city; early warning system

Article Metrics:

Last update:

No citation recorded.

Last update: 2024-12-23 00:19:41

No citation recorded.