skip to main content

SERVITUDE DI PERBATASAN INDONESIA – MALAYSIA (SEBAGAI ALTERNATIF MENGEMBANGKAN EKONOMI PERBATASAN DI KALBAR- SERAWAK)

*Hadi Suratman  -  Program Doktor Ilmu Hukum, Universitas Diponegoro, Indonesia
FX. Adji Samekto  -  Program Doktor Ilmu Hukum, Universitas Diponegoro, Indonesia
Nanik Trihastuti  -  Program Doktor Ilmu Hukum, Universitas Diponegoro, Indonesia
Open Access Copyright (c) 2020 Masalah-Masalah Hukum under http://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0.

Citation Format:
Abstract
Pedagang lintas batas adalah pedagang tradisional dari Indonesia yang masuk ke wilayah Malaysia untuk berdagang di Distrik Serikin, namun tidak menggunakan dokumen lengkap baik sebagai surat untuk melintas  maupun membawa  barang dagangan. Di sini tentunya kita pahami bersama dan mengapa hal itu bisa terjadi. Mungkin di situlah adanya ketergantungan antara Masyarakat Malaysia dengan pedagang Indonesia. Ketergantungan tersebut telah menguntungkan bagi pedagang Indonesia. Pemerintah  Malaysia dan  Indonesia hendaknya harus memberikan suatu legalitas bagi para pedagang Indonesia dengan melakukan kerja sama Bilateral antara Indonesia dengan Malaysia tentang suatu kawasan khusus dagang  dengan menggunakan Hak Ekonomi Servitude. Jadi dalam penelitian ini ada beberapa persoalan yang harus dikaji yaitu: 1) Hak Servitude dalam Pembangunan Kawasan Perbatasan; 2) Pembentukan Kawasan Khusus Dagang Lintas Batas; 3) Manfaat dari Kawasan Khusus Dagang bagi Indonesia dan Malaysia; 4) Upaya Mempercepat Pertumbuhan Ekonomi Perbatasan.
Fulltext View|Download
Keywords: Ekonomi Servitude; Servitude Negatif; Servitude Positif

Article Metrics:

  1. Adolf, H. (2002). Aspek-aspek Negara dalam Hukum Internasional. Raja Grafindo Persada
  2. Alxehurst, M. (1984). Modern Intoduction to International Law (5th ed.). George Allen and Unwin
  3. F.A.Vali. (1958). Servitudes Of Internasional Law “ A Study Of Rights In Foreign Territory” (2nd ed.). Stevens & Sons Limitded
  4. Jacson, R dan Serensen, G. (2014). Pengantar Hubungan Internasional: Teori dan Pendekatan. Pustaka Pelajar
  5. Medema, S. (1998). Wandering the Road from Pluralism to Posner: The Transformation of Law and Economics, 1920s–1970s. In. In The Transformation of American Economics: From Interwar Plural-ism to Postwar Neoclassicism History of Political Economy Annual Supplement 30 (p. 213). Duke University Press
  6. Palaguna, I. D. G. (2019). Wefare State vs Globalisasi (Gagasan Negara Kesejahtraan Indonesia). Raja Grafindo Persada
  7. Perdagangan Lintas Batas di Kawasan Perbatasan Indonesia - Malaysia; Sebuah Kajian Terhadap Implementasi Border Trade Agreement (BTA) Tahun 1970 di Kalimantan Timur. (2013). Kabar Perbatasan Kaltim
  8. Purnamasari, W. . . [et. al. (2016). PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI KAWASAN PERBATASAN NEGARA INDONESIA MALAYSIA DI SAMBAS. Jurnal Diskursus Islam, 4(2), 217
  9. Sosrosoediro, E. R. (2018). Border Trade Agreement dan Integrasi Ekonomi di Perbatasan (Kajian Kebijakan Perdagangan Lokal di Perbatasan Indonesia dan Malaysia di Sebatik-Nunukan Kalimantan Utara). Conference of the Parties to the Basel Convention on the Control of Transboundary Movements of Hazardous Wastes and Their Disposal 60 Tahun Antropologi Indonesia, 2
  10. Sukmana, O. (2016). Konsep dan Desain Negara Kesejahteraan (Welfare State). Jurnal Sospol, 2(1)
  11. Suwartiningsih, S ; Samiyono, D and Purnomo, D. (2018). Harmonisasi Sosial Masyarakat Perbatasan Indonesia Malaysia. Jurnal Hubungan Internasional, 7(1), 4
  12. Triwibowo, D. dan S. B. (2006). Mimpi Negara Kesejahteraan. LP3ES
  13. Wangke, H. (2013). Perdagangan Lintas Batas Antar-Negara: Memacu Pembangunan Ekonomi Kabupaten Bengkayang Dan Kabupaten Belu. Jurnal Politica, 4(1), 4

Last update:

No citation recorded.

Last update: 2025-07-04 14:57:16

No citation recorded.