skip to main content

Rancang Bangun Green Belt Untuk Pengendalian Pencemaran Debu di Kawasan Industri Terboyo (Jalan Kaligawe)

Departemen Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Indonesia

Received: 7 Aug 2021; Revised: 10 Oct 2021; Accepted: 21 Oct 2021; Available online: 10 Nov 2021; Published: 1 Nov 2021.
Editor(s): H. Hadiyanto

Citation Format:
Abstract

Pencemaran udara adalah masuknya atau bercampurnya unsur-unsur berbahaya ke atmosfer yang dapat menyebabkan kerusakan lingkungan, gangguan kesehatan manusia pada umumnya, dan penurunan kualitas lingkungan. Salah satu solusi untuk mengatasi masalah pencemaran udara adalah dengan merencanakan Green Belt. Green Belt atau Sabuk hijau adalah kawasan bebas bangunan atau ruang terbuka hijau di sekitar kawasan sumber pencemar yang berguna sebagai penyaring fisik pencemar udara serta aspek lain seperti estetika, fungsi peneduh dan penunjang keanekaragaman hayati. Oleh karena itu, perencanaan Green Belt menjadi penting sebagai aspek yang dapat mengendalikan tingkat pencemaran udara, khususnya pencemaran debu, pada lokasi perencanaan yang ditargetkan, khususnya Kawasan Industri Terboyo. Berdasarkan sampling yang dilakukan, angka konsentrasi debu menunjukkan angka yang cukup tinggi yaitu 801,6 mg/m3. Dengan desain Green Belt jenis pohon Acacia mampu menurunkan konsentrasi debu mulai dari efisiensi 15,84% pada tahun tanam dan meningkat pesat setiap tahunnya. Efisiensi optimal Green Belt akan tercapai pada tahun ke-2 dengan laju 71,40% dan akan mampu mencapai efisiensi maksimum pada tahun ke-5 dengan laju 87,92%.

 

ABSTRACT

Air pollution is the entry or mixing of hazardous elements into the atmosphere which can cause environmental damage, disturbances to human health in general and reduce environmental quality. One of the solutions to tackle air pollution problems is to plan a Green Belt. Green belt is a building-free zone or green open space around the pollutant source area which is useful as a physical filter for air pollutants as well as other aspects such as aesthetics, shading functions, and biodiversity support. Therefore, planning a Green Belt is important as an aspect that can control the level of air pollution, especially dust pollution, at the targeted planning location, especially Terboyo Industrial Area. Based on the sampling carried out, the dust concentration figure shows a high number, namely 801.6 mg / m3. With the Acacia tree species Green Belt design, it can reduce dust concentrations starting from an efficiency of 15.84% in the planting year and increasing rapidly each year. The optimum efficiency of the Green Belt will be achieved in the 2nd year with the rate of 71.40% and it will be able to reach the maximum efficiency in the 5th year with the rate of 87.92%.

Fulltext View|Download
Keywords: Pencemaran udara; Sabuk Hijau; Pengendalian pencemaran debu; Pohon akasia; Ruang terbuka hijau

Article Metrics:

  1. Al-hakim, A. H. (2014). Evaluasi Efektivitas Tanaman dalam Mereduksi Polusi Berdasarkan Karakter Fisik Pohon Pada Jalur Hijau Jalan Padjajaran Bogor. Skripsi, 84
  2. Anggraeni, M. (2005). Green Belt dan Hubungannya dengan Kualitas Hidup Masyarakat di Perkotaan
  3. Bitog, J. P., Lee, I. B., Hwang, H. S., Shin, M. H., Hong, S. W., Seo, I. H., Mostafa, E., & Pang, Z. (2011). A wind tunnel study on aerodynamic porosity and windbreak drag. Forest Science and Technology, 7(1), 8–16. https://doi.org/10.1080/21580103.2011.559939
  4. Giardina, M., & Buffa, P. (2018). A new approach for modeling dry deposition velocity of particles. Atmospheric Environment, 180(September 2017), 11–22. https://doi.org/10.1016/j.atmosenv.2018.02.038
  5. Jain Manjari, Kuriakose Giby, & Balakrishnan Rohini. (2010). Evaluation of methods to estimate foliage density in the understorey of a tropical evergreen forest. Current Science, 98(4), 508–515
  6. Krisnawati, H. (2011). Acacia mangium Willd.: ekologi, silvikultur dan produktivitas. Acacia Mangium Willd.: Ekologi, Silvikultur Dan Produktivitas, November 2014. https://doi.org/10.17528/cifor/003479
  7. Kurt. (2002). Wind Load. http://k7nv.com/notebook/topics/windload.html
  8. Leenders, J. K., Sterk, G., & Van Boxel, J. H. (2011). Modelling wind-blown sediment transport around single vegetation elements. Earth Surface Processes and Landforms, 36(9), 1218–1229. https://doi.org/10.1002/esp.2147
  9. Manwell, J. F., McGowan, J. G., & Rogers, A. L. (2002). Wind Energy Explained. In Wind Energy Explained. Wiley
  10. Soedomo, M. (2001). Pencemaran Udara
  11. Whipple, K. X. (2004). III. Flow Around Bends: Meander Evolution 1. Surface Processes and Landscape Evolution, 1–9
  12. Yang, X., Lee, J., Zhang, Y., Wang, X., & Yang, L. (2015). Concentration, size, and density of total suspended particulates at the air exhaust of concentrated animal feeding operations. Journal of the Air and Waste Management Association, 65(8), 903–911. https://doi.org/10.1080/10962247.2015.1032446

Last update:

  1. Risk Assessment of Respirable Dust Exposure to Workers in the Mineral Ore Processing Industry

    Arif Susanto, Edi Karyono Putro, Saskia Nur Fadhilah Kusnadi, Danny Rosalinawati Mak’dika Santoso, Anthony Androful Manuel. The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, 13 (1), 2023. doi: 10.20473/ijosh.v13i1.2024.109-115
  2. Tinjauan Efisiensi Pengendalian Debu dengan Dry Fog System di Industri Pengolahan Bijih Mineral

    Arif Susanto, Saskia Nur Fadhilah Kusnadi, Edi Karyono Putra, Danny Rosalinawati Ma'kdika Santoso, Anthony Andorful Manuel. Jurnal Ilmu Lingkungan, 22 (3), 2024. doi: 10.14710/jil.22.3.712-719

Last update: 2024-11-20 13:09:10

No citation recorded.