BibTex Citation Data :
@article{NTS5898, author = {MUHAMMAD SYAHRUL KHAIR}, title = {ANALISIS YURIDIS KEDUDUKAN ANAK LUAR KAWIN PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 46/PUU-VIII/2010 TENTANG UJI MATERIL PASAL 2 AYAT (2) DAN PASAL 43 AYAT (1) UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN}, journal = {Notarius}, volume = {4}, number = {1}, year = {2013}, keywords = {}, abstract = { Keabsahan seorang anak, menurut Pasal 42 undang-undang perkawinan dikatakan bahwa anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah (Das Sollen) . Pasal 43 ayat (1) undang-undang perkawinan telah mengatur bahwa anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya. Sejak Lahirnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VII/2010 , hubungan perdata anak luar kawin tersebut tidak lagi hanya kepada ibunya dan keluarga ibunya saja tetapi juga kepada ayahnya dan keluarga ayahnya (Das Sein) . Problem dalam penelitian ini adalah bagaimana kedudukan anak luar kawin pasca keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi dan Implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi sehingga anak luar kawin dapat memperoleh hak-hak keperdataannya. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis empiris dan bersifat deskriptif analitis yaitu memaparkan, atau menggambarkan peraturan hukum yang berlaku dikaitkan dengan teori hukum dan praktik pelaksanaan hukum positif yang menyangkut dengan permasalahan penelitian ini. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kedudukan anak luar kawin sebagaimana disebutkan dalam Pasal 43 ayat (1) mempunyai hubungan perdata dengan kedua orang tuanya pasca keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi tidak serta merta didapatkan begitu saja tetapi akan didapatkan melalui suatu penetapan pengadilan sebagai penetapan yang bersifat konkrit karena Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut masih bersifat abstrak, dan untuk mendapatkan hak-hak keperdataannya perlu suatu Peraturan Pemerintah sebagaimana diamanatkan pada ayat (2) Pasal 43 tersebut, sehingga tatacara memperoleh hak-hak keperdataan yang dimaksud dalam Pasal 43 Undang-Undang Perkawinan dapat diimplementasikan. Saran dari penelitian ini adalah agar perintah dapat membentuk peraturan khusus yang melindungi anak luar kawin terhadap harta warisan orang tuanya. Pemerintah harus mempertimbangkan kesejahteraan seseorang khususnya anak luar kawin tanpa membedakan status nya dalam pemerintahan. }, issn = {2686-2425}, pages = {53} doi = {10.14710/nts.v4i1.5898}, url = {https://ejournal.undip.ac.id/index.php/notarius/article/view/5898} }
Refworks Citation Data :
Keabsahan seorang anak, menurut Pasal 42 undang-undang perkawinan dikatakan bahwa anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah (Das Sollen). Pasal 43 ayat (1) undang-undang perkawinan telah mengatur bahwa anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya. Sejak Lahirnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VII/2010 , hubungan perdata anak luar kawin tersebut tidak lagi hanya kepada ibunya dan keluarga ibunya saja tetapi juga kepada ayahnya dan keluarga ayahnya (Das Sein).
Problem dalam penelitian ini adalah bagaimana kedudukan anak luar kawin pasca keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi dan Implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi sehingga anak luar kawin dapat memperoleh hak-hak keperdataannya.
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis empiris dan bersifat deskriptif analitis yaitu memaparkan, atau menggambarkan peraturan hukum yang berlaku dikaitkan dengan teori hukum dan praktik pelaksanaan hukum positif yang menyangkut dengan permasalahan penelitian ini.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kedudukan anak luar kawin sebagaimana disebutkan dalam Pasal 43 ayat (1) mempunyai hubungan perdata dengan kedua orang tuanya pasca keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi tidak serta merta didapatkan begitu saja tetapi akan didapatkan melalui suatu penetapan pengadilan sebagai penetapan yang bersifat konkrit karena Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut masih bersifat abstrak, dan untuk mendapatkan hak-hak keperdataannya perlu suatu Peraturan Pemerintah sebagaimana diamanatkan pada ayat (2) Pasal 43 tersebut, sehingga tatacara memperoleh hak-hak keperdataan yang dimaksud dalam Pasal 43 Undang-Undang Perkawinan dapat diimplementasikan.
Saran dari penelitian ini adalah agar perintah dapat membentuk peraturan khusus yang melindungi anak luar kawin terhadap harta warisan orang tuanya. Pemerintah harus mempertimbangkan kesejahteraan seseorang khususnya anak luar kawin tanpa membedakan status nya dalam pemerintahan.
Article Metrics:
Last update:
Last update: 2024-12-20 14:00:38
Ciptaan berjudul (Notarius, dibuat oleh Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Diponegoro), diidentifikasi oleh Notarius, bebas dari batasan hak cipta yang berlaku.
Journal Notarius is present by Public Notary, Diponegoro UniversityImam Bardjo, S.H. No.1-3 SemarangEmail: jurnalmkn.undip@gmail.comPhone: 0248415998Website: http://notariat.undip.ac.id