skip to main content

Rasio Legis Perbuatan Tercela Sebagai Dasar Pemberhentian Sementara Pejabat Pembuat Akta Tanah

*Mohammad Asadullah Hasan Al Asy'arie  -  Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro Semarang, Indonesia
Widhi Handoko  -  Kantor Notaris & PPAT Dr. Widhi Handoko S.H. S.pN. Kota Semarang, Indonesia

Citation Format:
Abstract

Abstract

Land Deed Making Official (referred as PPAT) is a public official who is given the authority to make authentic deeds regarding certain legal actions, land rights or property rights to flat units. PPAT can be given sanctions, if in carrying out its obligations it is not based on the position regulations. One of the sanctions is temporary dismissal from his position if he commits a disgraceful act. There is a vagueness of norms in related regulations, namely disgraceful acts as the basis for dismissing PPAT. The meaning of a disgraceful act is not explained in the relevant regulations, so it cannot provide legal certainty for PPAT. This research was conducted aiming to get the ideal formulation of the regulation of disgraceful acts. The research method is normative juridical. The results show that the meaning of disgraceful acts is based on the norms that live in society. Disgraceful acts that have been proven are considered to degrade the dignity of the PPAT profession so that temporary suspension can be imposed as a sanction. The ideal formulation of a disgraceful act must be determined through a clear and unambiguous formulation, so as to provide legal certainty for PPAT in carrying out their positions.

Keywords: temporary dismissal; ppat; disgraceful deeds

Abstrak

Pejabat Pembuat Akta Tanah (yang berikutnya dinamakan PPAT) ialah pejabat umum yang diberi wewenang dalam membuat sejumlah akta otentik terkait perbuatan hukum tertentu terkait hak atas tanah ataupun hak milik terhadap satuan rumah susun. PPAT bisa diberikan sanksi, bila dalam menjalankan kewajibannya tidak berdasarkan peraturan jabatan. Salah satu sanksinya adalah pemberhentian sementara dari jabatannya bila melakukan perbuatan tercela. Terdapat kekaburan norma dalam peraturan terkait, yakni perbuatan tercela sebagai dasar pemberhentian PPAT. Makna perbuatan tercela tidak dijelaskan dalam peraturan terkait, sehingga tidak dapat memberikan kepastian hukum terhadap PPAT. Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mendapatkan rumusan ideal pengaturan perbuatan tercela. Metode penelitian yang dipergunakan oleh penulis ialah yuridis normatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa makna perbuatan tercela didasarkan pada norma yang hidup di masyarakat. Perbuatan tercela yang telah terbukti, dianggap merendahkan martabat profesi PPAT sehingga dapat diberlakukan pemberhentian sementara sebagai sanksinya. Rumusan ideal mengenai perbuatan tercela harus ditetapkan melalui rumusan yang jelas dan tidak kabur, sehingga memberikan kepastian hukum bagi PPAT dalam melaksanakan jabatannya.

Kata kunci: pemberhentian sementara; ppat; perbuatan tercela

Fulltext View|Download
Keywords: temporary dismissal; ppat; disgraceful deeds

Article Metrics:

  1. Alfarizy, S. (2016). Mengenal Pejabat Pembuat Akta Tanah. Retrieved from https://shallmanalfarizy.com/2016/11/mengenal-pejabat-pembuat-akta-tanah-ppat
  2. Dwitama, A. K. (2018). Penerapan Aturan Tentang Perbuatan Tercela Yang Berakibat Pada Pemberhentian Sementara Dari Jabatan Notaris. Universitas Sriwijaya
  3. Hamzah, A. (2003). Pengantar Dalam Hukum Pidana Indonesia. Jakarta: PT. Yarsif Watampone
  4. Harsono, B. (2002). Hukum Agraria Nasional, Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum Tanah (19th ed.). Jakarta: Djambatan
  5. Hendra, B. (2016). Memaknai Perbuatan Tercela Sebagai Dasar Pemakzulan Presiden. Retrieved from http://www.calonsh.com/2016/10/15/memaknai-perbuatan-tercela-sebagai-dasar-pemakzulan-presiden
  6. Koentjaraningrat. (1974). Kebudayaan Mentalitet Dan Pembangunan. Jakarta: PT. Gramedia
  7. Mahfud, M. (2001). Politik Hukum di Indonesia (II). Jakarta: LP3ES
  8. Marwan, J. &. (2009). Kamus Hukum. Surabaya: Reality Publisher
  9. Marzuki, H. L. (2006). Kekuatan Mengikat Putusan Mahkamah Konstitusi Terhadap Undang-Undang. Jurnal Legislasi, Vol.3,((No.2)), P. 8
  10. Muhammad, A. (2004). Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti
  11. Nasional, D. P. (2012). Kamus Besar Bahasa Indonesia (4th ed.). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
  12. Ngadino. (2019). Ketentuan Umum Tata Cara Pembuatan Dan Pengisian Akta PPAT. Semarang: UPT Penerbitan Universitas PGRI Semarang Press
  13. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 Tentang Pendaftaran Tanah
  14. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah
  15. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 Tentang Pendaftaran Tanah Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah
  16. Putra, M. S. R. (2018). Analisis Yuridis Terhadap Pemberhentian Sementara Pejabat Pembuat Akta Tanah (Tinjauan Terhadap Pasal 10 ayat (4) Huruf G Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan. Universitas Brawijaya
  17. Rahardjo, S. (1991). Ilmu Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti
  18. Rato, D. (2010). Filsafat Hukum: Mencari dan Memahami Hukum. Yogyakarta: Laksbang Pressindo
  19. Salim, H. (2016). Teknik Pembuatan Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah. Jakarta: Raja Grafindo Persada
  20. Saragih, T. (2011). Pemahaman Teori Dalam Ilmu Hukum. Depok: 959 Publishing House
  21. Saragih, T. (2013). Telaah Hermeneutika Pada Perbuatan Tercela. Jurnal Konstitusi PKK FH Universitas Kanjuruhan Malang-MKRI, Vol.2,((No.1)), p.11
  22. Soehino. (2008). Hukum Tata Negara Teknik Perundang-Undangan. Yogyakarta: Liberty
  23. Staatsblad Tahun 1834 Nomor 27 Tentang Ordonansi Balik Nama Tentang Milik Mutlak Atas Barang
  24. Staatsblas Tahun 1947 Nomor 52 Tentang Kewenangan Membuat Akta Balik Nama Tetap dan Pendaftaran Hipotek Atas Barang Tetap di Indonesia
  25. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

Last update:

No citation recorded.

Last update: 2024-12-20 12:31:32

No citation recorded.