BibTex Citation Data :
@article{JSCL56977, author = {Farida Wargadalem and Nanda Utama}, title = {Dampak Krisis Malaise terhadap Sektor Perkebunan di Keresidenan Palembang 1929-1934}, journal = {Jurnal Sejarah Citra Lekha}, volume = {9}, number = {1}, year = {2024}, keywords = {Malaise; Krisis Ekonomi; Perkebunan; Kolonialisasi}, abstract = { Tulisan ini menyoroti dampak dari malaise (Krisis Ekonomi dunia) di wilayah Keresidenan Palembang pada periode Kolonial. Masalah utama dalam tulisan ini adalah bagaimana dampak Malaise di Palembang dan bagaimana respon masyarakat Palembang dalam menghadapinya, terutama mereka yang terlibat dalam bisnis perkebunan (karet dan kopi) antara tahun 1929-1930. Pada awal abad 20 hingga menjelang Malaise tahun 1929, wilayah Palembang dikenal sebagai salah wilayah yang menguntungkan di Hindia Belanda. Sektor perkebunan memegang peranan penting untuk masyarakat karena hampir 90 persen perkebunan karet dan kopi dikuasai oleh orang-orang Palembang sendiri. Disisi lain, booming karet pada medio 1920an semakin menguntungkan bisnis perkebunan ini. Namun ketika malaise terjadi pada tahun 1929, mereka yang terlibat dalam perkebunan ini kebingungan menghadapi situasi ini. Disinyalir pengetahuan masyarakat mengenai situasi ekonomi semacam ini sangat minim, sehingga mereka tidak memahami struktur harga di pasaran dunia. Disisi lain perubahan sosial akibat booming karet menjadikan mereka cenderung konsumptif dari pada melakukan investasi. Fenomena ini menarik untuk dibahas dalam sebuah penelitian yang menggunakan metode Sejarah. Temuan dalam penelitian ini menunjukkan malaise sangat memberikan dampak buruk yang sangat signifikan pada perekonomian Palembang, terutama pada sektor Perkebunan. Selain penurunan harga yang drastis pada komoditas karet dan kopi, malaise juga berdampak pada bisnis lain yang berhubungan dengan kedua komoditas ini, terutama bisnis pelayaran lokal di Palembang. }, issn = {2443-0110}, pages = {10--18} doi = {10.14710/jscl.v9i1.56977}, url = {https://ejournal.undip.ac.id/index.php/jscl/article/view/56977} }
Refworks Citation Data :
Tulisan ini menyoroti dampak dari malaise (Krisis Ekonomi dunia) di wilayah Keresidenan Palembang pada periode Kolonial. Masalah utama dalam tulisan ini adalah bagaimana dampak Malaise di Palembang dan bagaimana respon masyarakat Palembang dalam menghadapinya, terutama mereka yang terlibat dalam bisnis perkebunan (karet dan kopi) antara tahun 1929-1930. Pada awal abad 20 hingga menjelang Malaise tahun 1929, wilayah Palembang dikenal sebagai salah wilayah yang menguntungkan di Hindia Belanda. Sektor perkebunan memegang peranan penting untuk masyarakat karena hampir 90 persen perkebunan karet dan kopi dikuasai oleh orang-orang Palembang sendiri. Disisi lain, booming karet pada medio 1920an semakin menguntungkan bisnis perkebunan ini. Namun ketika malaise terjadi pada tahun 1929, mereka yang terlibat dalam perkebunan ini kebingungan menghadapi situasi ini. Disinyalir pengetahuan masyarakat mengenai situasi ekonomi semacam ini sangat minim, sehingga mereka tidak memahami struktur harga di pasaran dunia. Disisi lain perubahan sosial akibat booming karet menjadikan mereka cenderung konsumptif dari pada melakukan investasi. Fenomena ini menarik untuk dibahas dalam sebuah penelitian yang menggunakan metode Sejarah. Temuan dalam penelitian ini menunjukkan malaise sangat memberikan dampak buruk yang sangat signifikan pada perekonomian Palembang, terutama pada sektor Perkebunan. Selain penurunan harga yang drastis pada komoditas karet dan kopi, malaise juga berdampak pada bisnis lain yang berhubungan dengan kedua komoditas ini, terutama bisnis pelayaran lokal di Palembang.
Article Metrics:
Last update:
Last update: 2024-11-21 01:34:50
Published by Department of History, Faculty of Humanities, Diponegoro UniversityJl. Prof. Soedarto, S.H. Tembalang, Semarang, Central Java 56025Phone: +6224-74680619; Fax: +6224-74680619Email: jscl@live.undip.ac.id View statistics