Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif; Fakultas Kedokteran; Universitas Diponegoro/ RSUP Dr. Kariadi; Semarang, Indonesia
BibTex Citation Data :
@article{JAI22324, author = {Faizal Malawat and Bondan Cahyadi}, title = {Preoksigenasi pada Anestesi Umum}, journal = {JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)}, volume = {10}, number = {2}, year = {2018}, keywords = {anestesi; desaturasi; hipoksia ; preoksigenasi; pirau}, abstract = { Latar Belakang: Pemantauan saturasi hemoglobin selama tatalaksana jalan napas penting untuk keselamatan pasien. Desaturasi di bawah 70% menghantarkan pasien pada risiko mengalami disritmia, dekompensasi hemodinamik, kerusakan otak akibat hipoksia dan kematian. Tantangan untuk dokter emergensi adalah dapat melakukan intubasi endotrakeal secara cepat tanpa hipoksia atau aspirasi. Preoksigenasi dengan 100% oksigen sebelum induksi anestesi, merupakan manuver yang diterima secara luas yang dapat meningkatkan penyimpanan oksigen tubuh, sehingga menunda onset desaturasi selama periode apnea setelah induksi anestesi dan muscle relaksan. Tujuan: Tujuan preoksigenasi adalah mengganti nitrogen di FRC dengan oksigen; yang disebut proses denitrogenasi. Hal ini memiliki dampak pada penyimpanan oksigen tubuh dan meningkatkan toleransi terhadap apneu secara substansial. Preoksigenasi efektif menghasilkan batas aman untuk intubasi darurat dan memperpanjang durasi dari apnea tanpa desaturasi. Metode: Preoksigenasi di dalam kamar operasi biasanya menggunakan sirkuit yang terpasang pada mesin anestesi, yang akan memberikan FiO 2 yang tinggi. Kemudian, keberhasilan dari preoksigenasi dapat terus dinilai dengan memperkirakan derajat denitrogenasi menggunakan penganalisa gas untuk menentukan konsentrasi fraksi oksigen yang dihembuskan (FeO 2 ). Untuk operasi pasien dengan risiko aspirasi yang tinggi, anestesi mengembangkan induksi dengan sekuens cepat dengan cara pemberian sedatif dan paralitik tanpa ventilasi secara simultan sembari menunggu paralitik berefek, sehingga dapat mengurangi risiko aspirasi. Posisi supine tidak ideal untuk mencapai preoksigenasi optimal, karena menjadi lebih sulit untuk mengambil napas penuh dan lebih banyak bagian paru posterior yang menjadi prone sampai kolaps. Sebaliknya posisi trendelenburg akan meningkatkan preoksigenasi dan mungkin berguna pada pasien yang diimobilisasi karena kemungkinan spinal injury. Simpulan: Dalam keadaan apneu, faktor yang memiliki efek terbesar pada waktu tercapainya hipoksia kritis adalah FRC, konsentrasi oksigen alveoli, dan kecepatan metabolisme. Konsentrasi hemoglobin dan derajat shunting sirkulasi kurang penting dibandingkan faktor-faktor diatas. Ahli anestesi dapat menghindari hipoksia dengan preoksigenasi. Sampai kontrol definitif jalan napas dapat dicapai, ahli anestesi dapat memberikan oksigen 100% sehingga memungkinkan masuknya oksigen ke paru dan membantu mencegah terjadinya hipoksia. }, issn = {2089-970X}, pages = {127--133} doi = {10.14710/jai.v10i2.22324}, url = {https://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/view/22324} }
Refworks Citation Data :
Latar Belakang: Pemantauan saturasi hemoglobin selama tatalaksana jalan napas penting untuk keselamatan pasien. Desaturasi di bawah 70% menghantarkan pasien pada risiko mengalami disritmia, dekompensasi hemodinamik, kerusakan otak akibat hipoksia dan kematian. Tantangan untuk dokter emergensi adalah dapat melakukan intubasi endotrakeal secara cepat tanpa hipoksia atau aspirasi. Preoksigenasi dengan 100% oksigen sebelum induksi anestesi, merupakan manuver yang diterima secara luas yang dapat meningkatkan penyimpanan oksigen tubuh, sehingga menunda onset desaturasi selama periode apnea setelah induksi anestesi dan muscle relaksan.
Tujuan: Tujuan preoksigenasi adalah mengganti nitrogen di FRC dengan oksigen; yang disebut proses denitrogenasi. Hal ini memiliki dampak pada penyimpanan oksigen tubuh dan meningkatkan toleransi terhadap apneu secara substansial. Preoksigenasi efektif menghasilkan batas aman untuk intubasi darurat dan memperpanjang durasi dari apnea tanpa desaturasi.
Metode: Preoksigenasi di dalam kamar operasi biasanya menggunakan sirkuit yang terpasang pada mesin anestesi, yang akan memberikan FiO2 yang tinggi. Kemudian, keberhasilan dari preoksigenasi dapat terus dinilai dengan memperkirakan derajat denitrogenasi menggunakan penganalisa gas untuk menentukan konsentrasi fraksi oksigen yang dihembuskan (FeO2). Untuk operasi pasien dengan risiko aspirasi yang tinggi, anestesi mengembangkan induksi dengan sekuens cepat dengan cara pemberian sedatif dan paralitik tanpa ventilasi secara simultan sembari menunggu paralitik berefek, sehingga dapat mengurangi risiko aspirasi. Posisi supine tidak ideal untuk mencapai preoksigenasi optimal, karena menjadi lebih sulit untuk mengambil napas penuh dan lebih banyak bagian paru posterior yang menjadi prone sampai kolaps. Sebaliknya posisi trendelenburg akan meningkatkan preoksigenasi dan mungkin berguna pada pasien yang diimobilisasi karena kemungkinan spinal injury.
Simpulan: Dalam keadaan apneu, faktor yang memiliki efek terbesar pada waktu tercapainya hipoksia kritis adalah FRC, konsentrasi oksigen alveoli, dan kecepatan metabolisme. Konsentrasi hemoglobin dan derajat shunting sirkulasi kurang penting dibandingkan faktor-faktor diatas. Ahli anestesi dapat menghindari hipoksia dengan preoksigenasi. Sampai kontrol definitif jalan napas dapat dicapai, ahli anestesi dapat memberikan oksigen 100% sehingga memungkinkan masuknya oksigen ke paru dan membantu mencegah terjadinya hipoksia.
Article Metrics:
Last update:
Last update: 2024-12-17 15:23:52
The Authors submitting a manuscript do so on the understanding that if accepted for publication, copyright of the article shall be assigned to JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia) and Department of Anesthesiology and Intensive Therapy, Faculty of Medicine, Diponegoro University as publisher of the journal. Copyright encompasses exclusive rights to reproduce and deliver the article in all form and media, including reprints, photographs, microfilms, and any other similar reproductions, as well as translations.
JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia) and Department of Anesthesiology and Intensive Therapy, Faculty of Medicine, Diponegoro University and the Editors make every effort to ensure that no wrong or misleading data, opinions or statements be published in the journal. In any way, the contents of the articles and advertisements published in JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia) are the sole and exclusive responsibility of their respective authors and advertisers.
The Copyright Transfer Form can be downloaded here:[Copyright Transfer Form JAI]. The copyright form should be signed originally and send to the Editorial Office in the form of original mail, scanned document:
Mochamat (Editor-in-Chief)
Editorial Office of JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)
Department of Anesthesiology and Intensive Therapy, Faculty of Medicine, Diponegoro University/ Dr. Kariadi General Hospital Medical Center (RSUP Dr. Kariadi)
Jl. Dr. Soetomo No. 16 Semarang, Central Java, Indonesia, 50231
Telp. : (024) 8444346
Email : janestesiologi@gmail.com
View My Stats
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License