skip to main content

Upaya Hukum Pembatalan Perjanjian Perkawinan Studi Kasus Putusan Nomor 25/PDT.G/2013/PN.TBN

*Elza Hamiidah  -  PT. Tribuana Global Grup Pademangan Jakarta Utara DKI Jakarta, Indonesia
Ana Silviana scopus  -  Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro Semarang, Indonesia

Citation Format:
Abstract

Abstract

The Civil Code (also known as the "Perdata" Code) has a number of provisions relating to marriage contracts. In general, the purpose of the parties to the marriage agreement is to thwart the laws governing property as outlined in the Civil Code. This can be achieved in several different ways. The existence of a marriage agreement that has been formed by the parties who are bound will result in the resolution of difficulties regarding marital property must follow the things that have been agreed upon in the marriage agreement in order to achieve the desired results. the marriage agreement will require the necessity to cancel the marriage agreement at a later date. The normative juridical method is used, where the author examines it based on positive law and in analyzing it using a statutory approach. Conclusion d From this research, the procedure for the cancellation of the marriage agreement also applies the provisions of the cancellation of the agreement in general as regulated in the Civil Code. This is confirmed by conducting a formal and material examination of the marriage agreement from the a quo case by the Panel of Judges. This is done solely to see if there are things that can make the marriage agreement null and void.

Keywords: marriage; cancellation of marriage agreement

 

Abstrak

KUH Perdata (juga dikenal sebagai "KUH Perdata" memiliki sejumlah ketentuan yang berkaitan dengan kontrak perkawinan. Pada umumnya tujuan para pihak yang membuat perjanjian perkawinan adalah untuk menggagalkan undang-undang yang mengatur tentang harta kekayaan yang digariskan dalam KUH Perdata. Ini dapat dicapai dengan beberapa cara berbeda. Adanya perjanjian perkawinan yang telah dibentuk oleh para pihak yang terikat akan mengakibatkan penyelesaian kesulitan seputar harta benda perkawinan harus mengikuti hal-hal yang telah disepakati dalam perjanjian perkawinan agar tercapai hasil yang diinginkan. Meskipun demikian, tidak dapat disangkal bahwa selalu ada potensi bahwa pihak yang membuat perjanjian perkawinan akan memerlukan keharusan untuk membatalkan perjanjian perkawinan di kemudian hari. Dipergunakan metode yuridis normatif, dimana penulis mengkaji dengan didasarkan oleh hukum positif dan dalam melakukan penganalisaannya dengan menggunakan pendekatan perundang – undangan. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu prosedur pembatalan perjanjian perkawinan juga berlaku ketentuan pembatalan perjanjian pada umumnya sebagaimana yang diatur pada KUH Perdata. Hal tersebut dikuatkan dengan dilakukannya pemeriksaan dari segi formil dan materiil terhadap perjanjian perkawinan dari perkara a quo oleh Majelis Hakim. Yang mana hal itu dilakukan semata-mata untuk melihat apakah ditemukan hal yang dapat membuat perjanjian perkawinan menjadi batal demi hukum.

Kata kunci: perkawinan; pembatalan perjanjian perkawinan

Fulltext View|Download
Keywords: marriage; cancellation of marriage agreement

Article Metrics:

  1. Aburaera, S. (2013). Filsafat Hukum. Jakarta: Kencana Prenada Media
  2. Arief, H. (2017). Perjanjian Dalam Perkawinan (Sebuah Telaah Terhadap Hukum Positif di Indonesia). Al’Ádl, Vol. IX, (No. 2), p.151-172. http://dx.doi.org/10.31602/al-adl.v9i2.935
  3. Djojorahardjo, R. H. (2019). Mewujudkan Aspek Keadilan Dalam Putusan Hakim Di Peradilan Perdata. Media Hukum Dan Peradilan
  4. Djubaidah, N. (2012). Pencatatan Perkawinan dan Perkawinan Tidak Dicatat: menurut Hukum Tertulis di Indonesia dan Hukum Islam. Jakarta: Sinar Grafika
  5. Hartanto, J.A. (2012). Hukum Harta Kekayaan Perkawinan (Menurut Burgerlijk Wetboek dan Undang-Undang Perkawinan). Yogyaarta: Laksbang Grafika
  6. Herawati, F. (2017). Perlindungan Hukum Bagi Pihak Ketiga Dalam Terjadinya Pembatalan Perjanjian Perkawinan (Kasus Pembatalan Perjanjian Perkawinan Oleh Suami). Brawijaya Law Student Jornal, p.1–27
  7. Hernoko, A.Y. (2010). Hukum Perjanjian: Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak Komersial. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
  8. Jamaluddin, Amalia, & Nanda. (2016). Buku Ajar Hukum Perkawinan. Lhokseumawe: Unimal Press
  9. Mamudji, S., et.all. (2005). Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia
  10. Paramita, Erdhyan., & Darori, Irnawan. (2017). Akibat Hukum Perjanjian Perkawinan Yang Tidak Di sahkan Oleh Pegawai Pencatat Perkawinan. Jurnal Repertorium, Vol. IV, (No. 2), p.32-38
  11. Prawirohamidjojo, S. (1994). Pluralisme dalam Perundang-undangan Perkawinan di Indonesia. surabaya: Airlangga Press
  12. Prihandini, Y. D. (2019). Perlindungan Hukum Terhadap Pihak Ketiga Atas Perjanjian Perkawinan yang Dibuat Setelah Perkawinan. Jurnal Lex Renaissance, Vol. 4, (No. 2), p.354–366. https://doi.org/10.20885/JLR.vol4.iss2.art9
  13. Prodjodikoro, W. (1974). Hukum Perkawinan Di Indonesia. Bandung: Sumur
  14. Saptono. (2014). Teori-Teori Hukum Kontrak Bersumber dari Paham Individualisme
  15. Satrio, J. (1993). Hukum Perkawinan, Cetakan ke-I. Bandung: Citra Aditya Bakti
  16. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

Last update:

No citation recorded.

Last update: 2024-11-08 10:36:04

No citation recorded.